ANTARA PANDU,RICKY DAN AKU
ANTARA PANDU,RICKY DAN AKU
CERITA SEX GAY,,,,,,
“Bang, tolong jemput mereka sore ini ke bandara ya, soalnya mereka enggak ngerti Jakarta tuh,” kata Dina, adik perempuanku semata wayang melalui telepon tadi pagi.
Yang dimaksudnya dengan mereka itu adalah Pandu dan Ricky dua temannya waktu di SMU kemaren. kalau yang namanya Pandu bukan hanya sekadar teman buat Dina, adikku itu. Denger-denger sih mereka pacaran sampai sekarang. Makanya Dina jadi super sibuk mengurusi keberangkatan si Pandu ini ke Jakarta. Aku yang kebetulan kos di Jakarta ini akhirnya ketiban pulung memberi tempat tumpangan buat mereka sebelum punya kos sendiri di Jakarta.
Pandu dan Ricky berasal dari kota kelahiranku di Palembang. Lulus SPMB di Universitas Indonesia membawa keduanya ke Jakarta sini. Sementara Si Dina, adikku itu, harus berpuas hati lulus di Universitas Sriwijaya di Palembang. Niatnya tahun depan, tuh anak, akan nyobain SPMB lagi, supaya bisa lulus di Universitas Indonesia. Jadi bisa deket-deket dengan cowoknya, Si Pandu itu. Dasar deh, enggak nyangka aku, si Dina yang waktu kecil sangat pemalu itu, sekarang bisa genit kayak gitu. Ngejar-ngejar lelaki he.. he.. he.. Tapi gimanapun juga aku tetap sayang dengan dia. Karena cuman dia adikku cewek satu-satunya. Kami empat bersaudara. Dua saudaraku yang lain, pejantan juga kayak aku.
Helmy adikku yang pertama, saat ini bertugas di Surabaya. Lulusan Akademi Angkatan Udara dua tahun yang lalu. Sedangkan adikku yang kedua Teddy, saat ini masih kuliah di Institut Tekonologi Bandung, semester lima. Adikku yang nomor dua ini emang yang paling pinter di antara kami. Sejak dulu hobbynya ngutak-atik rumus fisika. Pelajaran yang paling membosankan buatku. Adikku yang terakhir, ya Si Dina itu. Baru lulus SPMB dan siap-siap kuliah di Fakultas Ekonomi UNSRI. Dia sih lumayan pinter juga. Tapi entah kenapa enggak bisa lulus di Universitas Indonesia tahun ini. Mungkin belon rezekinya mungkin. Mudah-mudahan tahun depan dia bisa lulus. Si Dina ini manja luar biasa orangnya.
Aku sendiri, Rizal. Hanya lulusan Akademi Pariwisata dari sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta sini. Kampusnya cukup elit, terletak dikawasan selatan Jakarta. Bintaro tepatnya. Banyak anak-anak orang kaya, sepertiku, he.. he.. he.., dan para model yang kuliah disini. Saat ini aku bekerja sebagai manajer marketing di sebuah club kebugaran di Jakarta. Anak perusahaan sebuah hotel bintang lima yang sangat terkenal di Jakarta, tempat aku sebelumnya bekerja. Melihat prestasiku yang bagus selama di hotel ditunjang dengan penampilan fisikku, bukan sombong lo, yang bugar dan bertampang cakep maka aku dipercayakan mendapatkan jabatan itu disini.
Tinggiku 180 cm. Mungkin ini pengaruh karena sejak SD dulu aku sudah keranjingan renang. Bentuk badanku ramping namun atletis. Otot-ototku terbentuk dengan sempurna. Sejak SMA aku rutin main basket dan membentuk otot di fitness. Aku memang orang yang paling doyan olah raga. Karena memang aku suka dengan badan yang selalu sehat dan tidak kelebihan lemak.
Dengan penampilan fisikku yang seperti ini (sekadar informasi saudara-saudaraku juga cakep-cakep lo, mungkin karena dalam tubuh kami mengalir darah Arab, China, dan Palembang asli) waktu SMA dulu teman-temanku selalu menyarankanku untuk ikutan ajang pemilihan model. Tapi aku tak suka. Aku dengar kehidupan model bisa menjadikan laki-laki sejantan apapun menjadi bergaya feminin. Nah, itulah yang tak kusukai. Yang paling heboh penyimpangan seksual juga lazim terjadi. Bekerja menjadi manajer marketing club kebugaran dan sebelumnya di hotel, memang tidak membuatku menjadi feminin. Aku tetap jantan seperti adanya diriku. Namun prilaku penyimpangan seksual ini yang tak bisa kuhindari.
Sejak bekerja di hotel kehidupan seksku menjadi liar. Yang lebih parah orientasi seksualku menjadi biseks. Aku jadi bisa ngeseks dengan cewek dan cowok sekaligus. Awalnya karena godaan dari tamu-tamu pengunjung hotel. Tante-tante girang yang kelebihan duit rupanya tak bisa menahan nafsu saat melihatku. Juga para laki-laki kaya yang memang homoseks atau sudah menyimpang prilaku seksualnya. Ingin mencoba variasi seks dengan berhubungan cinta sejenis.
Entah akhirnya aku menemukan kenyataan bahwa diriku membawa sifat bawaan biseks atau karena memang libidoku yang kelewat tinggi maka aku bisa enjoy melakukannya. Awalnya tak ada motivasi uang dalam pemikiranku saat melayani keinginan seks mereka. Karena memang uang bukan masalah buatku. Seperti kukatakan tadi, orang tuaku kaya. Namun lama-lama kupikir sayang juga menolak duit yang mereka berikan. Paling tidak duit itu bisa kupakai untuk foya-foya. He.. he.. he..
Kebiseksualanku semakin parah sejak jadi manajer marketing di club kebugaran ini. Gimana enggak parah, cewek dan cowok yang melatih tubuh disini benar-benar menggairahkan birahi sih. Cantik-cantik, ganteng-ganteng, dan body mereka oke punya semua. Banyak dari kalangan selebriti. Terlalu sayang bila dilewatkan begitu saja.
Banyak banget ya aku cerita tentang diriku. Sementara itu dulu deh. Kayaknya aku harus segera menjemput dua tamuku sekarang. Kalau aku tak menjemput mereka, bisa-bisa aku kena omelan adikku Si Dina yang manja itu. Maklum ajalah, dia kan cewek satu-satunya, bungsu lagi. Apa yang dikatakannya jadi seperti wahyu saja. Berdosa kalau tak dikerjakan. he.. he.. he.. Oh ya, sebelum berangkat ke bandara, sebagai informasi aja buat elo-elo semua. Umurku sekarang sudah 27 tahun. Belum kawin juga. Sementara si Helmy adikku akan nikah tahun ini. Sebenarnya aku sudah niat buat kawin. Tapi belon ada cewek yang cocok. Lagian kupikir-pikir kawin dan enggak sama aja sih. kalau cuman untuk muas-muasin nafsuku aja, aku bisa ngelakukannya dengan siapa aja yang aku suka. Jadi soal kawin enggak usah terlalu buru-buru juga enggak apa-apa.
Pesawat baru aja mendarat saat aku tiba di Bandara. Sebentar lagi Pandu dan Ricky pasti bakal nongol. kalau si Pandu aku sudah kenal. Soalnya Dina pernah mengenalkannya denganku. Anaknya oke. Ganteng dan tinggi proporsional. Sepadanlah dengan adikku si Dina. Kalau yang namanya Ricky jelas aku enggak kenal. Belon pernah ketemu.
Nah itu Si Pandu. Dari jauh dia sudah melambai-lambaikan tangannya padaku. Perasaanku aja, atau memang tuh anak makin ganteng ya. he.. he.. he.. Dia pakai stelan celana jeans dan kaos ngepas di badan. Dan topi pet hitam. Modis. Tubuh remajanya lumayan berotot juga. Mmm.. Itu toh yang namanya Ricky. Bakal pusing deh aku nanti malam. Tidur diantara dua laki-laki ganteng dan jantan. Ricky ini enggak kalah gantengnya ama si Pandu. Wajahnya oriental. Tipikal Palembang, atau emang China beneran tuh anak?
Saat sudah dekat aku dan Pandu saling berbasa-basi dengan hangat. Kayak yang sudah akrab banget aja. Pake acara peluk-pelukan lagi. Yang meluk dia duluan lho, bukan aku. Lumayan juga, aku bisa merasakan tubuhnya yang atletis di tubuhku. Padahal kalau jumpa di Palembang perasaan enggak seakrab ini deh. Mungkin dia pamer sama Ricky kalau dia sama calon kakak iparnya akrab. he.. he.. he..
“Sudah lama nungguin bang?” tanyanya.
“Lumayan. Ada sekitar setengah jam,” jawabku boong.
Padahal aku baru nyampe kemari. Ya supaya dia senang kalau ternyata kedatangannya cukup menjadi perhatian buatku. Setelah bersalaman dengan Ricky yang diperkenalkan Pandu dan basa-basi sebentar, aku mengajak mereka menuju mobilku di parkiran. Kubantu mereka membawa satu koper entah milik Pandu atau Ricky. Yang pasti isinya berat banget. Kayak mau pindahan rumah aja, pikirku.
Akhirnya kami tiba di kosku. Aku tinggal sendiri disini. Kosku adalah pavillyun dari sebuah rumah milik keluarga Sunda. Terpisah dari rumah induk. Jadi kedatangan dan pergiku dari tempat kosku ini tidak mengganggu pemilik rumah. Dengan mereka saja aku jarang ketemu. Tinggal disini enak. Mereka enggak pernah ngurusin aku bawa siapa saja kemari. Mau cewek atau cowok. Yang penting buat mereka tiap bulan sewa kosku enggak telat aja.
“Mandi dulu deh kalian. Abis mandi kita cari makan ke luar,” kataku pada mereka.
Ricky mandi duluan. Tinggallah aku berdua dengan Pandu. Kuhidupkan televisi yang terdapat di kamar kosku itu. Menghindari kecanggungan. Pandu tertarik dengan koleksi majalah-majalah kebugaranku yang banyak. Dia membaca-bacanya. Sebenarnya bukan membaca-baca sih. Isi majalah itu lebih banyak gambar-gambar laki-laki berotot yang mempergakan teknik membentuk otot. Kulihat dia sangat serius melihat gambar-gambar itu.
“Suka olah tubuh juga?” tanyaku padanya sambil mataku tetap melihat siaran televisi.
“Iya bang. Di Palembang Pandu rajin fitness. Ya bareng si Ricky itu. Makanya kami berdua kompak. Sering bareng-bareng. Di sekolah bareng di fitness bareng juga,” sahutnya.
“Kalau gitu entar fitness di tempat abang aja,” kataku.
“Tempat abang kan mahal. Mana sanggup bang,” katanya.
“Santai aja. Kalian pake fasilitas abang aja. Gratis,”
“Kalau gitu boleh bang. Siapa yang mau nolak kalau gratis,” katanya nyengir.
Selanjutnya kami ngobrol ngalor ngidul. Sesekali kugoda dia soal hubungannya dengan Dina. Kalu sudah kugoda gitu dia tersipu-sipu malu. Membuat wajahnya yang ganteng semakin enak dilihat.
Tak lama Ricky selesai mandi. Ia keluar dengan setelan kaos dan celana pendek longgar. Memamerkan kakinya yang sexy. Mau tak mau aku mencuri pandang ke kakinya itu. Bikin ngiler aja nih anak, pikirku. Selanjutnya giliran Pandu yang mandi. Anak ini lebih sadis. Dia melepaskan seluruh pakaiannya di depan aku dan Ricky. Cuek aja dia memamerkan otot-otot remajanya yang atletis. Setelah hanya tinggal celana dalamnya doang yang membungkus buah pantatnya yang bagus dan menunjukkan tonjolan selangkangannya yang kayaknya gede, ia menggenakan handuk dan berlalu ke dalam kamar mandi. Gila. kalau gini aku bakalan senewen semalaman dengan mereka.
Beres Pandu mandi giliranku yang mandi. Membayangkan dua remaja itu membuat gairahku bangkit. Tadi aja waktu Pandu mandi, aku sempat-sempatnya nyuri pandang ke pipa celana pendek Ricky yang longgar itu. Sambil ngobrol aku mencuri kesempatan ngelihat selangkangannya waktu dia khilaf. Bulu-bulu jembutnya kulihat menyeruak dipinggiran celana dalam putihnya. Kayaknya tuh bulu lebat dan panjang banget deh. sampai nyeruak kayak gitu. enggak pernah dicukur pasti. Saking enggak bisa nahan birahi, aku akhirnya coli sendiri di kamar mandi sambil membayangin keduanya
Usai mandi (dan coli juga, he.. he.. he..), kuajak mereka jalan-jalan lihat Jakarta sambil cari makananan. Kami makan di tempat makan kaki lima yang rame dengan selebritis dan orang-orang kaya nongkrong. Beberapa dari mereka kenal denganku. Kenal karena ikut club kebugaran atau pernah menikmati liarnya birahi denganku. He.. he.. he.. Pandu dan Ricky agak bingung juga ngelihat selebritis makan di kaki lima begitu. Tapi kemudian menjadi terbiasa.
Selama makan tak ada yang istimewa. Kami ngobrol-ngobrol tentang Palembang banyakan. Soal tempat nongrong dan ngeceng disana. Banyak hal baru rupanya, yang aku enggak tahu. Maklumlah aku paling pulang kesana setahun sekali waktu lebaran doang. Itupun seminggu doang dan enggak banyak jalan-jalan. Sisanya hidupku lebih banyak kuhabiskan di Jakarta ini. Sambil ngobrol aku menatap meraka lama-lama. Berakting mendengarkan cerita mereka dengan serius. Padahal tujuanku hanya bisa menikmati bagusnya fisik mereka doang.
Yang seru adalah saat tidur tiba. Akal sehatku hilang ngelihat dua budak ini santai aja tidur cuman pake celana dalem doang. Kata mereka kalau tidur pake pakaian lengkap enggak bebas. Sama dong denganku kalau gitu. Akhirnya kami bertiga tidur di atas ranjangku yang besar dengan hanya menggenakan celana dalam doang.
Pandu berbaring di tengah-tengah diapit olehku dan Ricky. Mereka berdua mulanya tadi mengatakan akan tidur di lantai dan sofaku saja. Tapi tak kuijinkan. Rugi dong kalau mereka tidur jauh dariku. kalau begini kan aku bisa kesempatan dalam kesempitan. Saat mereka tertidur aku bisa pura-pura memeluk mereka tanpa sengaja, atau meletakkan tanganku di gundukan selangkangan mereka. benar-benar dapet durian runtuh deh aku malam ini.
Keduanya sudah teridur. Mungkin kecapekan. Sementara aku belum juga bisa tidur. Tapi tadi aku yang pura-pura duluan tertidur dari mereka. Hehe. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku mulai beraksi. Tak peduli kalau Pandu itu pacarnya Dina, adik kandungku sendiri, aku ngulet menyamping ke arah Pandu. Pura-pura dalam keadaan tidur tentunya. Kemudian dengan cuek kupeluk dia erat seperti memeluk guling. Selangkanganku menempel erat di pahanya. Pahaku menempel di gundukan selangkangannya. Dia tak bereaksi. Syukur. Rupanya si Pandu ini model tidur mati juga rupanya, pikirku. Dugaanku benar, penis si Pandu ini memang gede. Masih tidur aja juga sudah gede rupanya. Dengan pahaku bisa kurasakan itu.
Karena tak ada reaksiku kulanjutkan aksiku. Tanganku kucoba julurkan ke arah Ricky. Akhirnya telapak tanganku sukses mendarat di gundukan selangkangannya. Yess! Gede banget. Kami bertiga punya penis diatas rata-rata rupanya. Aku semakin nekat. Pelan, kugesek-gesekkan pahaku. Merasakan kenyalnya penis Pandu. Tanganku juga. Menikmati penis Ricky. Sepertinya keduanya tak sadar. Kulanjutkan aksiku.
Tiba-tiba Pandu menggeliat. Aku kaget. Kuhentikan gerakanku. Aku diam, seperti orang tertidur beneran. Geliat Pandu benar-benar membuatku semakin birahi. Tubuhnya tetap dalam posisi semula, namun wajahnya kini dipalingkannya padaku. Hidungnya yang mancung menempel dipipiku. kalau begini aku bisa semakin gila pikirku. Seperti tak sengaja kugeser wajahku. Membuat posisi bibir kami kini saling menempel ujung-ujungnya. Aku bergerak lagi. Diantara nafas Pandu yang lembut. Hangat di pipiku.
Lama posisi kami seperti ini. Dan sekian lama itu pula aku menikmati gundukan penis Pandu dan Ricky yang kurasakan mulai mengeras. Namun keduanya tetap masih tertidur. Rupanya aku terkecoh. Kejadian selanjutnya membuatku kaget luar biasa.
“Bang Rizal suka juga dengan penis ya,” suara Pandu terdengar tegas berbisik di telingaku.
Sejenak aku terdiam. Tak menyangka. Rupanya Pandu tidak tidur seperti yang kuperkirakan. Aku langsung pura-pura berakting seperti tidur. Tapi kata-kata Pandu yang selanjutnya membuatku semakin kaget.
“Jangan pura-pura tidur bang. Kalau emang abang suka lanjutin aja. Pandu juga suka kok,” katanya berbisik lembut.
“Apa?!” tanyaku juga berbisik juga takut Ricky terbangun. Aku langsung menatapnya dalam-dalam. Dia tersenyum.
“Dari tadi aku enggak tidur bang. Aku menikmati gesekan paha abang. Lanjutin lagi bang, aku suka digituin kok,” katanya.
“Kamu suka?” tanyaku tak percaya.
“Iya bang. Ricky juga suka kok. Makanya dia juga diam aja abang gituin,” kata Pandu. Aku semakin kaget. Dan kemudian Ricky bangkit dari pura-pura tidurnya. Ia memandangku dengan senyum.
“Halo Bang Rizal. Kok berenti sih? Lanjutin lagi dong. Tanggung,” katanya sambil mengerling nakal padaku.
“Kalian?!!” aku bangkit dari tidurku. Duduk di atas ranjang memandangi kedua remaja ganteng itu.
“Kami kenapa bang?” tanya Pandu ikut duduk. Seyumnya juga nakal.
“Kalian berdua pernah main penis-penisan?’ tanyaku dengan terbata-bata. Aneh ya kata-kataku, tapi memang aku tak tahu lagi apa yang harus kukatakan. Akhirnya keluarlah kata-kata seperti itu.
“Bukan hanya pernah bang. Sering,” jawab Ricky santai.
“Kalian pacaran ya? Kalian homosex ya?” tanyaku.
“Enggaklah bang. Kalau homosex mana mungkin aku pacaran dengan Dina. Dan si Ricky pacaran dengan Winny,” sahut Pandu cepat.
“Kalian biseks kalau gitu,” kataku.
“Kayaknya bang. kalau abang homo ya,” tanya Pandu.
“Enggaklah. Sama kayak kalian biseks juga,” sahutku tersenyum. Aku geleng-geleng kepala tak menyangka akan terjadi seperti ini.
“Ngomong-ngomong kenapa kalian kok bisa begini? Apa memang coba-coba berdua mulanya atau gimana?” tanyaku sambil melangkah ke dispenser. Rasanya aku kok tiba-tiba jadi haus karena kejadian ini. Kuteguk air putih sejuk dari dispenser sambil mendengar cerita meraka berdua.
Mereka mengenal sex sejenis dari instruktur fitness mereka di Palembang rupanya. Instruktur itu macho sekali, namun dibalik kemachoannya ternyata dia nafsu banget dengan remaja-remaja ganteng seperti Pandu dan Ricky ini. Dengan trik yang jitu dia menggarap Pandu dan Ricky satu persatu. Awalnya Ricky kemudian Pandu. Ternyata dua abg yang lagi tinggi birahi ini enjoy dikerjain sang instruktur. Akhirnya mereka ketagihan. Selanjutnya tanpa ada instruktur irupun mereka lakukan berdua. Keduanya menjadi sangat akrab sejak itu.
“Hmm gitu ya. Tapi kalian masih doyan cewek kan? Terus terang aku enggak mau kalau hubungan elo Pandu dengan adik gue si Dina cuman kamuflase doang,” kataku serius pada Pandu.
“Ya enggaklah bang. Aku cinta sekali padanya. Yang penting kami jalani dululah. kalau jodohkan bukan kita yang atur bang. Yang pasti aku dan Ricky tetap suka perempuan kok,” jawab Pandu yakin.
“Aku senang mendengarnya kalau gitu,” kataku. Kemudian sesaat aku terdiam memandangi mereka berdua satu per satu. Keduanya duduk di atas ranjang memandangku. Hanya menggenakan celana dalam. Tubuh mereka yang terbentuk benar-benar menggoda,”kalau gitu selanjutnya apa?” tanyaku kemudian. Bibirku menyungging senyum tipis. Mereka saling berpandangan sambil tersenyum juga. Kemudian memandangku dengan senyum lebar.
“Kami ikut kata abang aja,” kata Pandu. Aku tertawa mendengar jawaban itu.
“Kalau gitu tunggu apa lagi. Bukalah celana kalian sekarang,” kataku. Keduanya langsung bangkit dari duduknya. Berdiri di depanku dan melepaskan celana dalam mereka dengan terburu-buru. Setelah itu mereka berdiri dihadapanku dalam keadaan telanjang bulat sambil tertawa-tawa memandangku.
“Gimana bang?” tanya Pandu.
Ia menggoyang-goyang pantatnya ke kiri dan kekanan, membuat penisnya juga bergoyang-goyang. Aku terpana. penis mereka meski masih tidur luar biasanya gedenya. Diatas rata-rata remaja seumur mereka. Seperti dugaanku mereka tak pernah menyukur jembut mereka. Pangkal penis mereka rimbun dengan jembut lebat yang panjang. Benar-benar menggoda deh.
“Luar biasa. Aku suka bangte liatnya,” sahutku, “Kalian kemari deh,” kataku.
Aku duduk di kursi, mereka datang mendekat. Begitu tubuh mereka sudah didekatku, pantat mereka langsung ku rengkuh. Wajahku langsung bersarang di selangkangan mereka. Aku benar-benar terangsang. Tak tahan menahan nafsuku lagi melihat dua penis segede terong di depan mataku, milik dua remaja ganteng bertubuh atletis. Selanjutnya mulutku sibuk menyelomoti kedua penis itu. Bergantian. Bahkan saking nafsunya, sesekali kucoba memasukkan kedua penis itu sekaligus ke mulutku. Namun mulutku kurang lebar. Hanya kepala penis keduanya saja yang bisa masuk.
Sementara itu penisku yang juga tak kalah besar sudah mengacung keras. Saking besarnya celana dalamku tak sanggup lagi menutupinya. Batang penisku menyeruak keluar dari karet celana dalamku. Mengacung ke arah atas, melewati daerah pusatku.
“Gila bang, gede banget,” kata Pandu dan Ricky serempak melihat penisku. Dengan tak sabar mereka menarik celana dalamku. Merobeknya, hingga penisku yang besar terpampang jelas di depan mata mereka.
“Bang aku ingin ngisepnya,” kata Pandu.
“Aku juga bang,” sambung Ricky.
“Tapi aku juga ingin ngisep penis kalian,” kataku.
“Kalau gitu kita 69 di ranjang aja bang,” usul Ricky.
Tentu saja aku langsung setuju. Aku berbaring telentang diatas ranjang. Mereka berdua berbaring disiku dalam posisi selangkangan mereka berdua di wajahku. Selanjutnya kami bertiga saling mengoral. Aku mengoral penis mereka berdua bergantian. Mereka berdua mengoral penisku berebutan. Bukan hanya oral saja yang kami lakukan malam itu hingga pagi. Segala jenis hubungan badan kami lakoni juga. Bergantian kami saling menganal dan dianal. Dalam segala posisi dan diberbagai tempat di dalam kamar kosku itu.
Berkali-kali sudah penisku mengobok-obok lobang pantat Pandu dan Ricky. Demikian pula lobang pantatku sudah berkali-kali diobok-obok meraka. Namun tak ada kata puas. Usai istirahat sejanak setelah orgasme, kami melakukannya lagi dan lagi.
Begitu selanjutnya hingga esok hari. Rencana mencarikan kos mereka keesokan harinya batal. Kami berulang-ulang terus saling mengentot satu sama lain. Untuk mengganjal perut aku memesan pizza dan ayam goreng melalui telepon. Seusai makan kami lanjutkan lagi. Bahkan saat Dina menelpon memastikan apakah Pandu dan Ricky dalam keadaan selamat, ketika itu Pandu sedang nungging di atas ranjang kusodomi dari belakang, sementara Ricky berbaring dibawah, menyelomoti penis Pandu. Akhirnya persenggamaan binal itu kami hentikan setelah tubuh kami benar-benar letih sehingga tak dapat lagi menggerakkan tubuh.
Sejak saat itu keduanya rajin mengunjungiku, meski mereka sudah kos di dekat kampus mereka di Depok. Setiap bertemu kami pasti memuas-muaskan birahi sampai lemas. Mereka juga rajin berlatih tubuh di club kebugaranku. Sekejap saja keduanya sudah memiliki banyak fans. Baik laki-laki dan perempuan. Karena jabatanku di club kebugaran ini, memungkinkaku untuk mempekerjakan menjadi di club ini. Setelah di training secara intensif keduanya akhirnya menjadi pemijat profesional di club.
Tidak bisa kusalahkan saat memijat mereka juga bergumul mesum dengan pelanggan mereka. Keduanya memang sangat menggairahkan. Akulah yang tahu rahasia.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,