Aksi Nekat Temanku Memperkosa Ibunya Sendiri
Hadir lagi kembali disini masih bersama situs cerita dewasa yang tentunya selalu update cerita seks seru setiap hari. Kisah kali ini akan menceritakan sebuah cerita sex pemerkosaan yang dilakukan anak terhadap ibunya yang montok dan seksi, sungguh aksi nekat bukan. Sebut saja namanya Deni, dia adalah sahabat terdekatku dari SMP. Sudah 7 bulan aku tidak bertemu dengannya, Terakhir bertemu ketika kami lulusan di sekolah, setelah itu tidak berjumpa lagi karena aku dan Deni tidak bersekolah di sekolah yang sama lagi.
Tak terasa, kini aku sudah berada di kelas 1 SMA semester 2. Dulu ketika SMP sistemnya caturwulan tapi kini sudah berganti ke kurikulum 2004 maka, sistemnya pun berubah menjadi semester. Memang agak beda, dulu ketika SMP dengan sistem caturwulan rasanya lama tapi kini setelah berganti jadi sistem semester waktu menjadi tidak terasa.
Terakhir threesome ketika aku dan Deni ngentot Bu Suti setelah itu belum pernah lagi. Agak sedikit kecewa, karena dulu Deni pernah menjanjikan akan mengajakku ngentot ibunya atau pembantunya. Tapi kekecewaan itu takkan menjadi masalah sebab, aku memang tidak terlalu berharap untuk hal itu.
Soal ngentot, aku masih tetap melakukannya. Memang, ngentot Bu Suti sudah sangat jarang sekali karena terbentur kondisi dan juga keadaan. Tapi ngentot Tante Cici adik kandung ibuku sendiri masih tetap berlangsung. Oleh sebab itu, untuk urusan ngentot tidak terlalu membuatku pusing sebab masih dapat tersalurkan dengan baik walaupun hanya 2 atau 3 kali dalam seminggu itupun bergantung pada mood tanteku dan kondisi di rumah.
Kebiasaan ngentot dengan wanita yang lebih tua cukup berpengaruh pada kehidupanku. Walaupun tampangku gak jelek-jelek amat tapi aku belum punya pacar. Memang ada beberapa wanita di sekolahku yang sering menggoda dan cari-cari perhatian tapi aku biarkan saja karena memang terbentur persoalan selera.
Tidak ada diantara teman cewek di sekolah yang menjadi seleraku malah aku lebih tertarik sama guru sosiologiku. Emh, ketika di rumah aku sering sekali membayangkan susu montok dan pantatnya yang bahenol. Ingin rasanya aku menyentuh dan meremasnya.
Ketika itu hari minggu, tiba-tiba Deni datang menggunakan sepeda motor ke rumahku. Kangen juga aku sama dia. Walaupun setiap bertemu dengan dia pasti saja aku dicekoki minuman. Tapi dibalik itu semua, dia satu-satunya teman yang paling baik, paling peduli, dan paling mau aku susahkan.
“Reno! apa kabarnya?” tanya Deni.
“baik, Den. Ke mana aja gak pernah keliatan?” jawabku balik bertanya.
Aku ajak ia masuk ke rumahku langsung menuju kamarku. Tubuh kawanku ini sekarang semakin tinggi dan atletis. Mungkin tingginya sekitar 170cm dengan kulit yang agak hitam sekarang.
Ia duduk di kursi kamarku. Aku menawarinya minum tapi ia menolak sambil mengeluarkan vodka yang biasa kita minum. Melihat kebiasaannya itu aku hanya bisa tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“mau gak?” katanya sambil menunjukan botol vodka.
“bolehlah.”jawabku tanpa ragu.
Sambil minum dan merokok di kamarku, Deni bercerita banyak mengenai sekolahnya dan tidak ketinggalan cerita-cerita ngentotnya bersama ibu, pembantu, dan pacarnya di sekolah. Rupanya kawanku ini sudah punya pacar, pantas aja selama 7 bulan sulit sekali bertemu.
Aku pikir ia telah lupa dengan janjinya ternyata sama sekali ia tidak lupa. Bahkan kedatangannya ke rumahku untuk mengabarkan berita baik itu. Ibunya sudah berhasil ia bujuk tinggal meminta kepastian kapan aku siap ikut ngentot ibunya.
Setelah waktu dan harinya sudah kita sepakati, ia mulai bercerita awal mula ia bisa ngentot ibunya.
Ternyata, ibunya yang seorang janda itu ia perkosa dengan cara memborgol kedua tangannya ketika ibunya sedang tidur. Ibunya ketika itu marah dan geram padanya sampai hendak melaporkan perbuatannya pada polisi. Mendapat ancaman demikian, Deni cuek aja bahkan esoknya ia melakukan hal yang sama. Ia perkosa lagi ibunya dengan cara yang sama bahkan ia merekam semua adegan tersebut. Kemudian ia mengancam balik akan menyebarluaskan rekamannya dan tidak akan melepas borgol dikedua tangan ibunya serta akan mengurung ibunya di dalam kamar.
Ternyata ibunya keras kepala sehingga Deni benar-benar tidak melepas borgol yang terpasang dikedua tangan dibelakang pinggang ibunya seharian penuh. Sampai akhirnya, ibunya menyerah. Walaupun ibunya sudah pasrah tetapi ibunya masih tidak rela ketika tubuhnya berkali-kali dilahap oleh anaknya sendiri. Seiring ketidakrelaan ibunya, Deni terus saja melakukan perbuatan serupa kepada ibunya.
Tenggorokan ku sampai kering mendengar pengakuan temanku. Sungguh aku tidak menyangka dibalik tampangnya yang baik dan santai ternyata ia begitu nekat dan gila.
Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 4 sore. Sebelum Deni pamit ia memaksa ingin memphoto kontolku.
“goblok! enggak ah, ngapain photo-photo kontol segala!” ucapku sambil bergurau memukul perutnya.
“untuk bukti, ji! Biar mamah percaya bahwa kontol kamu tu gede!” jawabnya sambil cengengesan.
“gak mau! kayak homo aja minta photo kontol! Tar aja, mamahmu liat langsung aja!” kataku sambil membukakan pintu kamar untuk Deni.
Sambil tertawa-tawa, aku antarkan Deni sampai ke depan rumah. Ia berjanji, akan menjemputku besok seusai pulang sekolah. Setelah aku mengiyakan, ia pun pergi dari rumahku yang sedang sepi karena keluargaku sedang pergi ke rumah saudara.
Tanteku yang ada di rumah sedari pagi tidak kelihatan, makanya setelah mengantar Deni ke depan rumah aku bergegas menuju kamar Tante Cici yang berada di sebelah kamarku.
Di dalam kamarnya, Tante Cici tampak sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya. Tak berani mengganggu aku tutup lagi pintu kamarnya dan segera menuju kamar mandi karena sedari pagi belum mandi.
Esoknya, sepulang bubaran sekolah, Deni sudah berada di depan sekolahku menunggu disebuah kios rokok. Aku segera menghampirinya dan langsung pergi menuju rumahnya menggunakan sepeda motornya.
Aku kaget, ternyata Deni anak orang kaya. Rumahnya besar dan mewah. Agak ragu-ragu aku ikuti langkah Deni masuk ke dalam rumahnya. Terlihat segala perabotan mewah menghiasi rumahnya. Aku hanya mampu berdecak kagum.
Deni mengajak menuju kamar tidurnya di lantai 2. Terlihat dan terasa, kamarnya luas dan nyaman sekali. Aku diam tak banyak bicara. Sampai akhirnya Deni mengajakku ke meja makan di lantai bawah untuk makan siang.
Semua hidangan telah siap di meja makan disiapkan oleh pembantunya yang sudah cukup tua. Aku taksir umurnya antara 45/46 tahun. Bodynya masih yahut. Dadanya besar, tubuhnya agak gemuk dan agak pendek.
“nah ini pembantu yang sering aku entot, Ji!” kata Deni ketika pembantunya menuangkan air ke dalam gelas untuk minum.
Aku tercekat kaget dengan ucapan Deni. Aku tak tahu apa maksudnya sampai selantang itu ia berkata demikian. Pembantunya pun terlihat begitu malu dengan wajah memerah dan terlihat ia menjadi salah tingkah.
Selesai makan, Deni tampak sibuk dengan hpnya. Pada tahun 2004, hp masih jarang dimiliki anak sekolah walaupun ayah dan mamahku sudah memiliki benda canggih tersebut dan pernah menyarankan agar aku juga memliki hp supaya bisa setiap saat menanyakan keberadaanku yang sering pulang terlambat. Tapi aku belum tertarik dengan benda tersebut dan akan tidak nyaman jika benar fungsinya untuk memantauku. Maklum masa remaja bagiku adalah masa-masa mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dan ingin hidup bebas.
Pukul 5 sore ibunya pulang. Deni segera mengenalkanku pada ibunya.
“saya Reno, tante. Teman SMPnya Deni.” kataku memperkenalkan diri sambil mencium punggung tangan ibunya dengan penuh rasa hormat.
“saya, Meta. Ibunya Deni.” jawabnya sambil tersenyum manis dengan gaya khas orang kaya yang elegan.
Seusai perkenalan denganku, ibunya langsung menuju kamarnya karena hendak ganti baju dan mandi. Sungguh beruntung Deni memiliki ibu yang cantik, badannya montok, dadanya besar, pantatnya semok, kulitnya putih, dan rambutnya yang hitam berkilau di potong pendek sebahu. Seksi sekali.
“gimana, ji? cakep gak tuh?” tanya Deni seolah paham aku yang sedang terpana.
“cantik banget, den!” jawabku dengan jujur.
“kita mulai bermain sekarang, ji!” ajak Deni sambil menarikku menuju kamar tidur ibunya.
Di dalam kamar, tampak Tante Meta sedang membersihkan wajahnya di depan meja rias. Ia hanya mengenakan kutang ungu dan rok hitam selutut. Ia sedikit kaget ketika aku dan Deni tiba-tiba masuk kamarnya.
“mah, temanku ini gak bisa lama-lama di sini. Soalnya besok ia harus sekolah pagi-pagi.” kata Deni menginformasikan pada ibunya.
“oh begitu.” jawab Tante Meta singkat sambil terus membersihkan make upnya dengan kapas.
“gimana, mah, dengan rencana yang pernah aku obrolin? bisa dimulai sekarang?” tanya Deni pada ibunya. Sedangkan aku hanya diam saja sambil memperhatikan tubuh Tante Meta dari belakang.
“yaudah, tunggu dulu. Mamah cuci muka dulu ya!” jawab Tante Meta sambil beranjak dari meja riasnya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.
Aku dan Deni duduk di sofa merah empuk dan lembut yang berada di dalam kamar tidur ibunya.
“gimana, ji? kamu siap?” tanyanya kepadaku.
“aku malu, den. Gak tau juga gimana memulainya. Lagian aku baru pertama kali bertemu ibumu. Belum akrab, dan yang pasti bakalan canggung.” jawabku apa adanya.
“gampang, nanti kita garap aja bareng-bareng! Mamahku juga pasti canggung, makanya sebisa mungkin kamu jangan canggung-canggung.” sarannya kepadaku.
Mendapat pernyataan dari Deni tak membuatku menjadi tenang. Jantungku tetap berdebar kencang. Aku gelisah sekali antara malu, takut, canggung, khawatir, pokoknya segala macam perasaan dan pikiran campur aduk sampai membuat badanku menjadi panas dingin.
Ketika pikiran dan perasaanku sedang tidak menentu, Deni tiba-tiba beranjak dari sofa menuju kamar mandi ibunya sambil mengeluh.
“haduh, lama banget nih mamah di kamar mandi!” ucapnya sambil melangkahkan kakinya menuju kamar mandi ibunya.
Tak lama, Deni ke luar dari kamar mandi ibunya disertai Tante Meta yang hanya mengenakan handuk berwarna putih. Aku terpana melihat kemolekan tubuh Tante Meta yang berbalut handuk menutupi sebagian dada dan pahanya. Sungguh menggairahkan sekali. Susunya yang besar terlihat menggelembung di balik handuknya. Sungguh tubuh yang luar biasa dengan kulit putih dan bersih.
Melihat pemandangan yang hot tersebut, kontolku langsung tegang dan mengeras. Aku agak meringis sebab, kontolku yang mengeras posisinya mengarah ke bawah jadi ketika tegang seperti ini lumayan agak sakit dan menyiksa.
Deni langsung membuka permainan. Ia berciuman dengan ibunya sambil tangannya menggerayangi kedua susu ibunya yang montok dan masih berbalut handuk.
Aku masih canggung sehingga aku tak bisa berbuat apa-apa selain menonton adegan panas tersebut. Dengan perlahan aku benahi posisi kontolku, aku posisikan kontolku mengarah ke atas supaya agak bebas dan tidak terlalu menyiksa sambil tetap tak beranjak dari tempat duduk.
Dengan agak kasar, Deni melepas handuk yang melilit tubuh ibunya. Aku kembali tercengang, mataku tidak berkedip melihat susu besar ibunya bergelantungan tanpa tertutup sehelai benangpun. Susu Tante Meta mungkin sekitar 38C karena ukurannya benar-benar super persis pepaya dengan lingkaran merah agak besar disekitar putingnya yang besar. Tak kalah mencengangkan adalah memeknya yang tidak berbulu itu begitu tebal dan tembem. Persis kue dorayaki.
Aku pandangi tubuh Tante Meta dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Benar-benar putih dan mulus tanpa ada sedikitpun bekas luka atau apapun. Sungguh wanita yang sempurna. Perutnya tak seperti perut ibu-ibu pada umumnya. Perutnya rata walaupun tubuh Tante Meta terbilang montok.
Melihat Tante Meta telanjang tanpa sehelai benangpun di tubuhnya membuatku berkali-kali mesti menelan ludah. Aku belum pernah melihat tubuh seindah dan seseksi ini secara nyata ada dihadapanku sebelumnya. Sungguh tubuh yang tidak ada bandingannya.
Deni kemudian memintaku untuk mendekat. Dengan ragu-ragu, aku melangkahkan kaki mendekati mereka yang sedang asik berciuman dan saling remas.
Tanganku kemudian dibimbing Deni dan diletakan pada susu ibunya yang besar. Terasa kulit susunya begitu lembut seperti kulit bayi dan tak kalah mencengangkan adalah susu itu terasa begitu kenyal. Dengan ragu aku usap sambil remas dengan lembut dan perlahan.
Deni menghentikan ciuman pada bibir ibunya. Ia kemudian menyusuri leher menuju susu besar ibunya dengan mulut dan lidahnya. Dengan rakus Deni menjilati dan mengenyot-ngenyot susu ibunya. Agak ragu-ragu akhirnya aku pun mengikuti Deni bermain dengan susu ibunya dengan mulut dan lidahku. Namun, aku tidak seperti Deni yang begitu rakus dan lahap menjilat dan mengenyot-ngenyot susu ibunya.
Aku julurkan lidahku, menjilati mengikuti lingkaran merah susu ibunya dengan perlahan dan penuh kelembutan. Mendapat sensasi berbeda pada kedua susunya, ibunya menjadi menggelinjang-gelinjang sambil mulutnya mendesis dan terkadang mendesah dengan suara yang begitu seksi.
“ssssshhhhh, ooouuuuuuhhhh, eeeemmhhhh, aaaaauuuuuhhh.” Desah Tante Meta sambil tangannya mengusap-usap kepalaku dan kepala Deni.
Aku mulai mengkombinasikan mulut serta lidahku untuk menjilati lingkaran merah susu Tante Meta, menghisap, dan mengenyot-ngenyot puting susunya yang besar dengan lembut dan perlahan-lahan. Sedangkan Deni masih asik menjilati dan mengenyot-ngenyot susu serta puting ibunya dengan rakus sampai air liurnya menetes dari mulutnya membasahi susu, perut, dan lantai kamar tidur Tante Meta.
Perlahan lahan aku arahkan tangan kiriku menuju memek Tante Meta yang tanpa bulu serta tembem. Terasa memeknya hangat dan basah. Perlahan aku usap-usap lembut bibir vaginanya.
“oooouuuuuhhh, ssssshhhhh, aaaaaaooouuuuhhhh.” desahnya sambil tubuhnya sedikit terguncang karena merasakan sensasi nikmat pada kedua susu dan memeknya.
Deni kemudian menghentikan aksinya pada susu ibunya. Ia kemudian memintaku telanjang sambil ia pun membuka satu persatu pakaian yang melekat di tubuhnya.
Dengan agak canggung, aku menuruti perintah Deni dan mulai menelanjangi diriku. Satu persatu baju dan celanaku bertumpuk di lantai.
Kini aku, Dendi, dan Tante Meta sudah bugil tanpa sehelai benangpun. Wajah Tante Meta semakin memerah ketika matanya lekat memandang kontolku yang sudah tegang dan mengeras sejak awal melihatnya. Kemudian Deni merebahkan tubuh ibunya dan langsung mengintruksikan supaya aku segera menjilati memek tembem ibunya.
Entah mengapa, walau aku sudah sangat bernafsu, rasa canggung dan malu masih saja ada. Dengan bercampur ragu, perlahan-lahan aku menuruti intruksi Deni kemudian mulai menjilati liang memek, bibir vagina tembem, dan itil Tante Meta dengan lembut dan perlahan. Tercium aroma wangi memeknya. Aku menjadi memiliki spekulasi bahwa memek orang kaya memang harum dan legit.
Tubuh Tante Meta terlihat mulai resah, pinggangnya sesekali terangkat naik sambil pahanya ia gunakan untuk menjepit kepalaku yang terbenam menikmati kelezatan memeknya.
“ooooouuuuuhhhh, oooouuuuuhhh, aaaaaaaahhhh, ehhhhmmmmmm, aaaaahhh.” desahnya sambil mulutnya mengocok dan menjilat kontol anaknya.
Tak peduli kepalaku dijepit pahanya, aku terus menjilat-jilat liang memek sampai itilnya. Perlahan-lahan, aku hisap dan kenyot-kenyot liang memek, bibir memeknya yang tembem, dan itilnya berkali-kali dengan lembut.
Sambil merasakan kontolnya dihisap dan dijilat-jilat ibunya, Deni dengan penuh nafsu meremas-remas dan memilin puting susu ibunya. Sehingga Tante Meta semakin terbakar api birahi.
Tak sampai 10 menit, Tante Meta akhirnya mencapai orgasmenya. Terasa cairan kental, hangat, dan lengket ke luar dari dalam liang memeknya mengenai lidah serta daguku. Mendapat orgasmenya, paha Tante Meta semakin kencang menghimpit kepalaku dan menekan-nekan memeknya pada mulutku.
“ooooouuuuuuhhhh, aaaaaaaeeehhhh.” lenguh Tante Meta mendapat sensasi orgasme sambil menjepit erat kepalaku dengan pahanya yang sekal.
Setelah surut gelombang orgasme Tante Meta, perlahan aku bangkit sambil melap cairan orgasme Tante Meta pada daguku. Aku usapkan cairan itu pada kontolku yang masih tegang dan keras.
Tante Meta bangkit dan melepaskan kontol Deni dari mulutnya. Deni kemudian mempersilakanku untuk mengentot ibunya terlebih dahulu.
“kamu berbaring aja, ji.” pinta Tante Meta ketika aku dengan ragu-ragu mengangkangkan pahanya hendak melakukan penetrasi ke liang memeknya.
Aku pun segera menelentangkan tubuhku di atas kasurnya yang empuk dan lembut dengan perasaan malu. Ternyata Tante Meta suka WOT. Tante Meta mulai menaiki tubuhku dan menduduki kontolku. Ia kemudian bergerak maju mundur sehingga kontolku yang panjangnya sampai ke udel itu bergesekan dengan memeknya yang tembem.
Terlihat memek gundulnya Tante Meta mengkilat karena cairan birahi yang membasahi. Perlahan Tante Meta mulai mengarahkan kontolku yang panjang dan besar ke dalam liang memeknya. Ditekan tubuhnya turun secara perlahan. Tampak ia sedikit meringis. Namun, dengan perlahan-lahan ia menggoyang-goyang pinggulnya sambil menurunkan pantatnya supaya kontolku bisa terbenam lebih dalam di liang memeknya.
Sungguh nikmat sekali. Otot lubang memeknya begitu kuat mencengkram kontolku.
Sambil mulut Tante Meta tak berhenti mendesah, ia terus menggoyang-goyang pinggulnya dan menekannya supaya kontolku terbenam lebih dalam secara perlahan. Sampai akhirnya, kontolku amblas di dalam lubang memeknya yang lembab dan hangat.
“oooouuuuhhhhh sssshhhhh, ooooouuuuhhhh sssshhhhh.” desah Tante Meta sambil menggoyang-goyang pinggulnya memutar.
Perlahan-lahan ia mulai menaik turunkan pinggulnya mengocok kontolku yang terbenam di lubang memeknya. Deni mulai mendekat dan mengarahkan kontolnya ke mulut ibunya.
Tante Meta mulai mengulum kontol anaknya sambil tubuhnya naik turun mengocok kontolku di lubang memeknya. Sesekali ia kembali menggoyang memutar pinggulnya membuatku merasakan nikmatnya cengkraman otot memeknya.
“oooouuuuhhhh ssssshhhh, oooooouuuuuhhhh sssssshhhhh.” desahnya di sela-sela kesibukannya mengulum kontol anaknya.
Sampai akhirnya Tante Meta berhenti mengulum kontol anaknya dan hanya mengocok-ngocok kontol anaknya dengan tangan kirinya. Tante Meta terus menduduki kontolku, bergoyang-goyang memutar, dan menaik turunkan tubuhnya mengocok kontolku yang terbenam di lubang memeknya.
Deni segera bangkit menuju belakang punggung ibunya. Sehingga Tante Meta menghentikan sejenak aksinya mengocok kontolku. Perlahan-lahan Deni mulai menusukan kontolnya yang sudah dibasahi oleh ludahnya ke liang dubur ibunya.
Tante Meta meringis merasakan duburnya ditusuk kontol anaknya sambil mendekap erat tubuhku yang ditindih tubuh montoknya. Perlahan-lahan Deni menekan kontolnya supaya bisa masuk lebih dalam di liang dubur ibunya.
“ooooouuuuuu sssssss, oooooouuuuhhhhh ssssssshhhhh, aaaaaaaauuuuuuu.” erangnya sambil meringis ketika perlahan kontol anaknya masuk dan terbenam di lubang duburnya.
Perlahan-lahan Deni mulai memaju mundurkan tubuhnya mengocokan kontolnya yang berada di lubang dubur ibunya. Tante Meta yang berhenti mengocok kontolku yang terbenam di dalam lubang memeknya hanya diam sambil mendesah dan mengerang-erang. Terasa oleh kontolku yang terbenam di memeknya dan kontol Deni yang terbenam di lubang duburnya membuat kontolku merasakan sensasi sesak yang nikmat. Perlahan aku mulai menaik turunkan pinggulku mengikuti gerakan maju mundur Deni.
“aaaaaooooouuuuu ssssshhhhh, aaaaaaaahhhhhh ssssssshhhh, oooooouuuuhhhh ssssshhhh, eeeehhhmmmm.” desah Tante Meta menikmati tusukan di lubang memek dan duburnya.
Sambil terus menaik turunkan kontolku yang terbenam di lubang memeknya, aku arahkan tanganku untuk meremas-remas susu besarTante Meta. Terasa begitu kenyal dengan puting besar yang sudah sangat mengeras. Aku mainkan jari-jemariku memilin-milin puting susunya. Sehingga tubuh Tante Meta kembali ambruk menindih tubuhku sambil mencium dan menjilati wajahku.
Nafasnya terasa hangat menyentuh kulit wajahku. Dengan desah yang semakin seksi dan sarat akan suasana birahi.
“oooooouuuuuuhhhhh sssshhhhhhh, aaaaaaaaahhhhh ssssshhhhhhh, mamah keluaaaarr!” lenguh Tante Meta sambil badannya mengejang-ngejang.
Terasa memeknya berkedut-kedut dan mencengkram erat kontolku. Sehingga aku hentikan gerakan menaik turunkan kontolku demi merasakan kedutan dan cengkraman yang terasa nikmat pada kontolku.
Deni pun berhenti memaju mundurkan kontolnya ke dalam lubang dubur ibunya memberikan memberikan kesempatan pada Tante Meta menikmati orgasmenya.
Setelah gelombang orgasme Tante Meta mereda, Deni mulai kembali mengocokan kontolnya di dalam lubang dubur ibunya. Aku pun mulai mengikuti gerakan Deni dengan menaik turunkan kontolku di dalam lubang memek Tante Meta.
Lebih dari 15 menit, hingga akhirnya Deni mempercepat gerakannya memompa ke dalam lubang dubur ibunya. Deni mulai memburu orgasmenya.
“oooooouuuuhhhhh sssssshhhhh.” erang Deni dengan tubuh licin berkeringat.
“aaaaaaaahhhhh sssssshhhhh, oooooouuuhhhhh sssssshhhh.” desah Tante Menta mendapat kocokan cepat di lubang duburnya.
Sampai akhirnya Deni mencabut kontolnya dari lubang dubur ibunya. Menyemburlah sperma Deni di atas punggung ibunya. Aku melanjutkan menaik turunkan kontolku ke dalam lubang memek Tante Meta.
Tante Meta kini lebih leluasa mulai mengimbangi gerakanku dengan menggoyang-goyang memutar. Matanya terlihat terpejam sambil mulut sedikit menganga mengeluarkan desah-desah yang membakar birahiku.
Tampak gerakan pinggul Tante Meta mulai mengendur sehingga aku minta ia untuk berbari telentang. Tanpa banyak bicara, Tante Meta mulai melepas kontolku dari dalam lubang memeknya kemudian telentang di atas kasur. Aku tarik tubuhnya ke tepian kasur. kemudian aku angkat kedua kakinya ke atas. Tangan Tante Meta kemudian menggenggam kontolku yang licin penuh cairan memeknya untuk diarahkan ke dalam lubang memeknya. Sambil memegang kaki Tante Meta, aku mulai tekan kontolku memasuki lubang memeknya.
Terlihat memeknya yang tembem semakin memerah. Tak hanya memeknya yang semakin memerah, susu, dada atas, leher, dan wajahnya pun semakin memerah.
Aku mulai memaju mundurkan kontolku ke dalam lubang memeknya dengan cepat. Tubuh Tante Meta ikut terhentak-hentak akibat gerakan maju mundurku yang cepat mengocok kontol ke dalam lubang memeknya. Sehingga mulut Tante Meta terus menganga mengeluarkan desahan dan erangan kenikmatan.
“ssssssshhhhh aaaaaaahhhh, ooooooouuuhhhh eeeeehmmmmm, ooouuuuuuhhhh sssshhhh aaaaaahhhh.” desahnya dengan mulut menganga dan mata terus terpejam.
Di bawah 5 menit aku kocok dengan cepat memeknya, kembali Tante Meta mendapat orgasmenya. Tangannya mencengkram kuat tanganku yang sedang memegangi kakinya.
“ooooouuuuuuhhhh sssssshhhhhh, oooouuuuuuuuhhhhh ssssssshhhhh, oooooouuuuuhhhhhh.” lenguh Tante Meta sambil tubuhnya mengejang-ngejang.
Kedutan dan cengkraman memeknya kembali terasa. Aku hentikan gerakanku menikmati kembali sensasi nikmat pada kontolku akibat orgasme Tante Meta.
Nafas Tante Meta masih terengah-engah. Sesudah Tante Meta sudah menguasai dirinya kembali, aku balikan tubuhnya yang telentang untuk tengkurap. Aku tarik kembali tubuhnya ke tepian kasur. Dengan posisi berdiri, aku mulai menusukan kontolku dengan perlahan ke lubang duburnya. Agak sulit karena posisinya terlalu rendah. Sehingga dengan kaki di bawah kasur, Tante Meta menaikan sedikit pinggulnya ke atas sehingga antara kontolku dan lubang duburnya sejajar.
Perlahan aku tusuk kembali lubang duburnya setelah aku beri ludah dengan kontolku yang sudah basah oleh lendir memeknya. Walaupun Deni sudah mengentot dubur ibunya, aku masih merasa kesulitan memasukkan kontolku ke dalam lubang duburnya yang peret.
Dengan agak kuat aku dorong kontolku perlahan-lahan. Tante Meta mengerang sambil tangannya mencengkram kuat sprei tempat tidurnya.
“aaaaaaaauuuuuhhhhhh ssssssshhhhh, oooooooouuuuuuwwww ssssssshhhhh.”erang Tante Meta sungguh seksi sekali terdengar di telinga.
Setelah kontolku terbenam seluruhnya di dalam dubur Tante Meta, aku mulai memaju mundurkan kontolku mengocok duburnya secara perlahan. Tante Meta terus mengerang dan mendesah sambil tangannya tetap mencengkram kuat sprei kasurnya yang empuk dan lembut.
“ooooouuuuuhhhh ssssshhhhh, ooooouuuuuuhhhhh sssssshhhhhh.” desah Tante Meta semakin sering dan cukup keras.
Deni yang sudah orgasme hanya duduk di sofa merah sambil melihatku ngentot ibunya. Tersungging senyum mengembang di wajahnya ketika matanya beradu pandang denganku.
Dubur Tante Meta sudah terasa licin sehingga aku leluasa mempercepat gerakan memaju mundurkan kontolku. Sambil terus bergerak memaju mundurkan kontol dengan cepat, aku remas-remas pantat montoknya yang menggemaskan.
Semakin cepat aku memaju mundurkan kontolku ke dalam dubur Tante Meta, aku semakin merasakan kenikmatan pada kontolku. Sehingga kontolku mulai terasa gatel dan geli nikmat. Sampai akhirnya, aku tak kuat lagi menahan gelombang yang membuat syaraf menegang. Aku hentak-hentakan tubuhku menghantam pantat montok Tante Meta sambil menyemprotkan spermaku ke dalam lubang duburnya.
Belum usai spermaku terkuras habis, tubuh Tante Meta mengejang-ngejang. Pantatnya ia tekan-tekankan sambil kepalanya mendongak ke atas. Sehingga kontolku kembali terbenam lebih dalam di dalam duburnya. Meluncurlah lenguhan panjang dari mulutnya.
“ooooouuuuuuhhhh ssssssshhhhhh, aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh!” lenguh Tante Meta mendapatkan orgasmenya lagi.
Dengan nafas ngos-ngosan, aku tahan tubuhku supaya tidak ambruk menindih tubuh Tante Meta. Setelah usai gelombang orgasmeku dan orgasme Tante Meta, perlahan aku cabut kontolku dari liang duburnya.
Keringat membasahi sekujur tubuhku. Aku duduk di tepi kasur. Melihat permainan telah usai Deni bangkit dari tempat duduknya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur ibunya.
Tante Meta duduk di sampingku sambil bertanya mengenai sekolahku, di mana aku tinggal, sampai bertanya tentang pacar.
Sambil menunggu Deni ke luar dari kamar mandi, aku ngobrol dengan Tante Meta. Sambil mengakrabkan diri.
Seusai makan malam di rumah Deni, Tante Meta memberiku hp tanpa sepengetahuan Deni. Dengan malu-malu aku terima hp tersebut.
“nih, buat Reno. Ini kartu nama tante. Nanti kalau udah di pasang kartu, kamu segera hubungi tante, ya!” kata Tante Meta sambil menyodorkan hp dan kartu namanya.
“iya, tante. Terima kasih banyak.” jawabku dengan malu-malu.
Sekitar pukul setengah 9 malam, Deni mengantarkanku pulang dengan sepeda motornya. Aku pun pamit ke Tante Meta dan bergegas meninggalkan rumah Deni yang besar dan mewah.