KisahKisah Fiktif Setengah Akal

KisahKisah Fiktif Setengah Akal

KisahKisah Fiktif Setengah Akal

Comments Off on KisahKisah Fiktif Setengah Akal

*Disclaimer

“Seluruh muatan aspek di dalam cerita ini hanyalah fiktif dan tidak berlaku di dunia nyata. Segala unsur seperti tokoh dan latar jika ada kesamaan murni kebetulan. Tidak ada motif lain di balik pembuatan kisah-kisah tersebut selain pas gabut. Tidak bisa di pertanggung jawabkan dalam bentuk apapun sebab tidak ada dasar ilmunya jika di anggap menyinggung pihak-pihak tertentu.”

Latar Belakang: Seminggu yang lalu pertama kalinya aku mampir ke forum ini dan baca salah satu cerita yang judulnya Malam Natal. Dari situ aku baru sadar kalau bisa bikin thread yang isinya banyak cerita. Jadi aku pengen buat thread gitu yang isinya mini-series semacam oneshot beberapa babak. Rencananya di sini akan di isi cerita-cerita tidak masuk akal. Ini pertama kalinya aku nulis, jadi kalau masih jelek maklum ya. Haha.. -Anthony- (tadinya sih belum mau post, cuma karena bikin thread harus ada isinya ya post prologue dulu. katanya sekarang fitur notepad udah di hapus, jadi gak bisa ngepost panjang dan susah buat di edit.)

…..

-Jalan-Jalan K3enaQqan- (Masih Prologue

Secangkir kopi di sore hari mungkin dapat membantu gue mengalahkan Raja Iblis lebih cepat tanpa terkena damage. Semakin sore fokus gue berkurang sebab sudah seharian melakukan perjalanan untuk mencari Raja Iblis di sela-sela kota yang telah hancur. Mode Veteran lumayan cukup menantang adrenalin untuk berusaha agar tidak pernah mati. Dan sampe jam segini itu anak masih pules aja di kasur orang. Sulit memang.

Hey, udah jam 5 masih tidur aja. Pulang sana! Mandi, itu iler ampun di guling orang, gue membangunkan sosok yang masih sangat pulas di dalam tidurnya.

Namun tanpa di undang sesosok perempuan tiba-tiba saja membuka pintu kamar ini lalu masuk dengan santuynya. Dia berjalan menuju kamar mandi dan entah ingin berbuat apa. Dari langkahnya bukan seperti orang yang sedang kebelet.

Mau ngapain hey?! tanya gue.

Mau mandi, mas mau ikut? Yuk! jawabnya.

Gak punya rumah emangnya?! tegas gue.

Shani males pulang, biarin mandi di sini aja, elaknya.

Perempuan itu masuk kamar mandi dan gue masih berusaha membangunkan sosok yang terlelap pulas di atas kasur ini.

Heh! Udah sore, pulang sana! Mandi, ampun deh susah banget di bangunin, sewot gue.

Apasih?! Aku ngantuk tau gak. Satu jam lagi, balasnya membalik badan.

Itu nanti sarung gulingnya bawa pulang, cuci. Enak aja bau deh pasti, ujar gue.

Iya! Bawel banget sih jadi cowok, ucapnya dengan nada kesal.

Makanya, kamu tuh kalo di suruh tidur gak usah macem-macem, ucap gue lagi.

Mungkin dia kesal gue ceramahi, sosok itu bangkit dari tidurnya lalu dengan wajah masih mengantuk berbicara ke arah gue.

Emang di kira salah siapa aku jadi gak tidur semaleman?! sewotnya.

Salah sendiri, ucap gue.

Dan dia menyandarkan kepalanya di dada gue sambil memeluk erat.

Ngantuk tau! Kamu entot sampe subuh, ucapnya.

Salah sendiri yang maksa, balas gue.

Orang tuh habis skripsian sampe pagi langsung tidur, bukan minta di entot, tambah gue.

Habis aku pusing, mending di entot enak bikin rileks, ujarnya sembarangan.

Terus lupa kalau paginya harus ke kampus, timpal gue.

Tau ah! dia kembali merebahkan dirinya di kasur membelakangi gue.

Tak lama setelah itu, sosok perempuan yang tadi masuk ke dalam kamar mandi, keluar dengan lilitan handuk menutup tubuh serta rambut yang basah. Tanpa permisi dia membuka lemari pakaian yang ada di kamar ini dan memilih kaos serta celana pendek mana yang akan di kenakan.

Mas, Shani pake kaosnya ya. Udah tanggung mandi di sini, ucapnya tidak masuk akal.

Kamu gak mau pake daleman??? Di situ gak ada beha wey! balas gue memarahinya.

Biarin. Lagian emangnya mau kemana? Paling Shani tidur-tiduran sampe malem, dia melepas handuknya tanpa malu sedikitpun.

Shani, gantinya jangan di sini! marah gue.

Apasih mas ini berisik banget jadi cowok! perkataan yang terlontar sama seperti yang dikatakan makhluk di atas kasur.

Kesal membuat gue acuh dan tidak menghiraukannya lagi. Gue melanjutkan perjalanan mencari Raja Iblis Urizen memakai karakter Dante yang kini telah semakin GG parah.

Setelah selesai berpakaian, dia naik ke atas kasur dan bersandar menggunakan bantal sembari mengambil sebuah buku dari tumpukan yang ada di meja samping tempat tidur. Kaos bergambar anime serta celana boxer berlogo Real Madrid yang sekarang dikenakannya adalah punya gue. Memang cewek ugal-ugalan sangat sulit untuk di kasih tahu hal yang benar. Kepala batu!

Kak Viny mandi sana! Jorok banget sih udah sore masih tiduran aja, Shani menepuk pantatnya.

Berisik lu ah! protes yang di bangunkan.

Heh! Mandi buruan kenapa sih?! Sukanya bikin orang marah-marah aja, timpal gue.

Iya-iya, aku mandi, perempuan itu akhirnya bangkit dan turun dari kasur.

Namun hal yang sama terjadi berulang. Arah yang di tuju adalah kamar mandi gue, memang-memang kelakuan!!

Gak punya rumah emangnya? Pulang sana mandi di rumah, larang gue.

Bodo! balasnya cuek dengan langkah gontai.

Setelah dia masuk ke dalam, yang satunya menghampiri gue dan memeluk dari belakang. Ganggu banget, gak paham orang sedang melakukan pencarian yang penting.

Ini apalagi? Sana ah, lagi main nih ribet, ucap gue kesal.

Hmm, mas gak bosen? tanya dia.

Ya masa bosen, jawab gue.

Kok gak bosen? Shani bosen nih, gak tau mau ngapain, ucapnya gelendotan di punggung.

Yaudah main sana! tegas gue.

Ih, mas mau main? Nakal deh, perasaan baru tadi siang entot Shani, ucapnya ngawur.

Kebetulan Shani jadi pengen lagi, gue jadi gak paham harus menanggapi seperti apa.

Gue gak habis fikir dengan dia yang langsung berdiri di hadapan wajah gue dan menurunkan celana boxernya itu. Sekarang terpampang sebuah Vagina halus tanpa bulu di depan mata yang tercium sangat harum baunya.

Mas jilatin dulu sebentar. Shani pengen, pintanya.

Yee, ngalangin tau gak! reflek gue mempause game agar tidak mati di keroyok pasukan iblis.

Emut memeknya, ucapnya manja.

Nanti aja, mas tanggung nih. Stage belum selesai, tolak gue.

Emang main apa lagi sih?! dia melihat ke arah layar dengan kesal.

Jadi mas lebih pilih setan begitu dari pada Shani???!! entah kenapa dia malah bilang begitu.

Emangnya Shani bisa terbang? Itu Jendral Iblisnya bisa lompatin gedung malahan, gue jawab asal-asalan.

Tau ah! dia lalu marah dan kembali ke atas kasur.

Tidak lama setelahnya, Viny keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah. Meski sudah terlihat segar, dia melangkahkan kakinya mendekat ke arah gue lalu rebahan di atas paha ini. Membuat celana boxer yang sedang gue kenakan menjadi basah terkena air dari rambutnya.

Ini malah ngapain coba? tanya gue kesal.

Please sayang, satu jam lagi ya, mohonnya.

Itu kenapa bajunya gak ganti? Jorok, tanya gue.

Ini baru aku ganti tadi siang tau! Habis pulang dari kampus sebelum ke sini, jawabnya.

Udah, aku mau bobo. Udah wangi, kalo di bangunin nanti aku gigit kontolnya liat aja, dia menutup matanya.

Tidak ada yang bener memang gadis-gadis yang di takdirkan bersama gue oleh Tuhan. Meski nyatanya cantik dan sexy, tapi keduanya memiliki sifat yang menyebalkan setiap harinya gangguin gue. Lelah rasanya, hadeh.

..

Waktu itu gue masih berumur 2 tahun kalo gak salah, Viny juga. Dan Shani kira-kira berumur satu tahun tepatnya. Gue lupa udah samar-samar sebab lama banget kejadian.

Gue baru paham ketika kelas 5 SD dari sebuah film yang menggambarkan perjodohan anak yang ketika kecilnya di lilit benang merah pertanda berjodoh. Kurang lebih seperti itu. Dan masih hangat di ingatan kalau Viny pertama kali nembak gue ketika kelas 6 SD. Dan tentu saja gue tolak, apaan masih kecil udah pacar-pacaran. Alay.

Kalau Shani pertama kali mengungkapkan perasaannya ke gue itu di SMP pas dia kelas 7. Yah, mereka berdua entah kenapa sejak kecil sudah memperlihatkan potensi-potensi meresahkan dan mengancam hidup gue di masa depan. Orang tua kami memang bersahabat sejak lama, tepatnya mamah-mamah kami. Mulai sejak SMA.

Awalnya gue menganggap perasaan mereka hanya biasa saja, namun nyatanya gue sadari ketika di SMA kalau itu bukan main-main. Berkali-kali keduanya melakukan hal yang sama, selalu gue abaikan bahkan tetap gue gak mau terima perasaan mereka. Hingga akhirnya keduanya melakukan aksi yang sama berulang kali setiap habis gue tolak. Mengancam bunuh diri, untung selalu berhasil gue gagalkan.

Mulai gue masuk kuliah, sadar betapa tertarik dan inginnya mereka terhadap gue yang sebenernya gak ganteng-ganteng amat. Perlahan gue coba menjalaninya agar terlihat sedikit membalas perasaan mereka ke gue. Sampai sekarang.

Lagi pula gue memang sudah biasa bersama mereka sejak kecil. Mungkin banyak mata yang menganggap kami ini adalah pasangan. Dengan tetap berpegang teguh tidak ingin pacaran, gue akhirnya berjanji kepada mereka akan menikahinya di umur 25 tahun. Awalnya memang sempat chaos karena di suruh memilih, dan gue gak pernah bisa. Keputusan yang bulat sehingga mereka mengerti, jalani bertiga atau gue yang pergi dari mereka. Ujungnya setuju.

Orang tua kami sudah lumrah, memang kerjaan mereka. Ketika kecil kami bertiga terlilit benang wol merah entah bagaimana itu bisa terjadi yang jelas memang kejadian. Pasti ada embel-embel orang tua di dalamnya.

Puluhan tahun tinggal di perumahan yang sama sebagai tetangga kanan-kiri, membuat mereka bebas keluar masuk hidup gue seenaknya seperti yang di lakukan tadi. Bodohnya tanpa ikatan gue melangkah terlalu jauh, merenggut keperawanan mereka dan melakukan hubungan badan sudah lebih dari 10x semenjak di bangku kuliah.

Tapi sepenuhnya bukan salah gue, dalam kasus Viny gue di jebak menggunakan metode hipnotis. Dan Shani memberi gue obat waktu itu, meski tidak bisa di bilang ketagihan. Gue hanya merasa perbuatan kami itu berubah menjadi habit yang wajar. Sial! Gue jatuh terlalu dalam.

Mulai dari situ gue berkomitmen belajar mencintai mereka, menyayangi mereka, meskipun ganggu memang. Bukan sekarang, tapi pasti gue nikahi mereka tidak mungkin gue telantarkan begitu saja. Sebab karma Tuhan gue yakini jauh lebih menyusahkan dari pada melawan Raja Iblis dalam mode sesulit apapun.

Malam minggu gak kemana-mana sih, nyebelin banget! protes Viny.

Keduanya dengan santai bersandar di pandak kanan dan kiri gue di atas tempat tidur. Gue akhirnya lelah melakukan pencarian Raja Iblis, lumayan sudah dekat. Tidak lama lagi.

Suara langkah kaki yang cepat di balik pintu, seseorang membukanya dan masuk ke dalam.

Gha, lu belum makan ya dari siang? itu David adik gue.

EH? Mas belum makan? Tadi di tanya katanya udah, ucap Shani.

Tinggal hanya berdua dengan saudara membuat gue lupa waktu dan berubah mageran ketika sudah memegang joystick. Orang tua kami tinggal di Eropa sebab pekerjaan. Ayah gue mempunyai perusahaan keluarga yang bergerak di bidang teknologi. Semacem buat Tank, bikin Satelit, Mobil&Motor, Pesawat, Robot, gue dari dulu curiga Optimus Prime lahir dari pabrik salah satu cabang di Jerman Barat sana.

Mamah gue beberapa tahun belakangan menetap di sana, ayah yang jarang pulang membuatnya resah dan memilih tinggal di sana. Sewaktu-waktu sih pulang terkadang, walau dadakan. Dan David adalah perpanjangan tangan mamah ke gue, bapet memang anak itu.

Berarti perasaan mas aja udah makan tadi, hehehe, balas gue cengengesan.

Tuh mah, dengerkan? ucap David lewat telfon.

SAGHA KENAPA SIH KALO DI BILANGIN BANDEL BANGET! MAMAH PESEN KAN MAKAN JANGAN TELAT!! buset-buset suara amukan dari Jerman Barat.

Mamah tenang aja, nanti makan malem di rumah Viny kok mah, ucap Viny.

Yah, orang tua kami menitipkan kami kepada sahabat mereka yang berada di samping kanan dan kiri rumah ini.

Udah gede sih mah, nanti kalo laper juga makan sendiri. Indomie goreng masih banyak di kulkas. Ada Shani nganggur suruh bikinin ntar, balas gue ke telfon.

GAK BOLEH MASAK MIE BERAPA KALI MAMAH BILANG! UDAH KESERINGAN KAMU TUH GAK ADA MAMAH!! sulit sudah.

Iya mamah tenang aja, pasti makan kok malam ini. Mas emang kebiasaan kalo udah main PS, skripsi gak di kerjain, telat makan. Untung gak susah mandi, ujar Shani.

Tuh, udah ya mah, David ingin mengakhiri.

Titip Sagha ya Vin, Shan, suara mamah terdengar sebelum di matikan.

David lalu pergi dari dalam kamar. Lalu gue di seret oleh kedua perempuan ini menuju rumahnya untuk makan malam. Kali ini gue akan makan malam di rumah Viny sebab Tante Stella dan Om Joe sedang keluar malam mingguan mungkin.

Mah, dia nih dari siang belum makan, gue di paksa duduk oleh Viny.

Sagha gak bosen di marahin mamah terus? ujar tante Melody.

Lupa mah, hehehe, sudah sejak lama gue gak boleh manggil tante tapi mamah.

Dan kami makan malam bersama. Berbicara banyak di meja makan dengan tante Mel dan om Benny. Capek jelas, tinggal berdampingan dengan calon mertua.

..

Terbangun jam 11 malam, kenyang membuat gue ngantuk setiap saat. Keseringan begadang dan jarang berolahraga adalah penyebab terbesar gula darah naik. Salah satu contoh efeknya adalah setiap habis makan akan mengantuk berat. Rusak ini badan sudah.

Tapi alasan gue terbangun mungkin karena suara tertawa dua wanita paling egois sejagad. Yang satu tadi merem gak mau bangun, giliran waktunya tidur malah ngobrol sama yang satunya. Mengundang slepet memang.

Aduh! Kenapa sih bangun-bangun anarkis banget tangannya. Katanya sayang, kesal Viny.

Makanya jangan kebanyakan tidur siang, pas malem jadi masih seger begitu, gue bersandar di kepala kasur.

Kok Shani juga?! yang satunya juga kesal gue sentil jidatnya.

Jangan lagi-lagi keluar-keluar pake boxer sama kaos begitu tanpa daleman. Pentilnya nyeplak, tuh bentuk memeknya keliatan, jelas gue.

Ih genit! Sukanya liat-liat yang enggak-enggak, malah gue di salahin.

Tante Mel ketawa gak udah-udah tadi. Dan mas yang jadi di marahin sama om Benny soal kelakuan kamu, balas gue.

Tapi Shani nyaman, gak ribet pake daleman. Hehehe, dia cengengesan.

Tidur sana! Pulang. Masa di sini terus, bantal-guling habis di ilerin, usir gue.

ENAK AJA!! berdua kompak.

Ya nanti kalo udah nikah sampe mati bobonya sama aku juga, ucap Viny.

Iya-iya, yaudah tidur yuk, ajak gue.

Malem minggu tauk! balasnya cemberut.

Udah jam 11 mau kemana? Makan nasi goreng? tanya gue.

Dan keduanya merebahkan dirinya kepada gue. Gak sadar belakangan berat badan mereka bertambah.

Berat wey, protes gue.

Mas, kok kita gak pernah jalan-jalan lagi ya? tiba-tiba tanya Shani.

Lusa lalu habis ke Dufan icip wahana baru itu apa! tegas gue.

Bukan itu maksudnya sayang, kamu inget pasti dulu RW kita sering ngadain jalan-jalan bareng setiap momen libur panjang kayak sekarang, jelas Viny.

Aku gak tau, balas gue.

Dia menyubit perut gue setelahnya. Apasih ini gadis?!

Ya emang gak tau. Liat dong sekarang siapa ketua RWnya. Beda sama yang dulu. Anaknya aja manusia paling mageran di komplek, jelas gue.

Iya juga ya, ucap Shani manyun.

Bokapnya Roger orangnya friendly sering kumpul sama anak muda jadi paham. Bapaknya om-om brengsek itu mah terlalu bapak-bapak, jadi tidak peka terhadap anak muda. Di bawah kepemimpinannya jarang melibatkan anak muda, gaul hanya dengan bapak-bapak lainnya. Karang Taruna pan stop, yah lagian mas juga males udah umur segini ikut-ikut sok berdedikasi bagi lingkungan. Nyari Raja Iblis lebih menarik, ucap gue mencium kepala Shani.

Kami hening untuk beberapa waktu, sampai-sampai gue hampir ketiduran lagi. Mengagetkan lalu Viny mencubit pipi gue lalu di ciumnya.

Apasih?! reflek gue kesal.

Kita adain aja lagi weekend depan. Pas banget tanggal 31 hari minggu dan tahun barunya malam senin. Kita adain nginep ke puncak yuk! ajak Viny.

Kalian emang gak ada rencana liburan pas natalan? Pergi aja sana sama mamah papah, jangan adain hal-hal yang ngerepotin, saran gue.

Mas mah gitu. Kita udah lama gak main sama anak-anak di sini, dulu aja akrab banget satu RW, ucap Shani.

Udah pada gede lagian, sekarang sisa anak-anak kecil generasinya. Gak tau pada di rumah apa enggak pas momen menuju libur gini, balas gue.

Banyak kok angkatan kita yang palingan lagi skripsi juga, atau baru sidang lagi revisi-revisi. Yang udah kerja juga beberapa doang, makanya di ajak kumpul biar pada sempetin buat ikutan, jelas Shani.

Ya, nanti deh. Besok mas ketemu sama anaknya pak RW. Biar dia yang atur kumpulnya gimana, akhirnya gue mengiyakan.

Yaudah yuk bobo, ngantuk nih, tambah gue.

Gak mau entot dulu sebelum bobo? Biar capek, tawar Viny.

Mau tidur aja masa musti capek, maleslah, tolak gue.

Dan kami habiskan malam dengan tidur bertiga. Seperti biasa gue yang berada di tengah merasa terusik dengan tubuh mereka yang menempel dan berdesak-desakkan ke arah gue. AC yang gue buat semakin dingin beserta selimut yang terbagi di sini, kami terlelap menuju hari dengan rencana yang melelahkan akan segera tiba.

..

Malam natal yang selalu istimewa bagi banyak orang. Gue putuskan untuk pulang ke rumah demi mengurus suatu hal yang jika di bilang sebenarnya kurang penting. Urusan loby-meloby gue cukup handal sejak kecil, asalkan ada uang semua beres.

Heh! Gak boleh, masa malam natal begini sendirian di rumah. Kita makan-makan sayang, terus nginep di hotel pulang besok pagi, tante Melody melarang gue untuk pulang ke rumah.

Ya, baru saja kami semua selesai menjalankan ibadah di malam natal. Tapi mau gimana lagi, jika tidak di urus sekarang takut malah mepet dan berantakan rencananya.

Pokoknya gak boleh ya. Mamah kamu tuh udah marah sebab kamu gak mau ikut David ke Jerman. Sekarang mau pergi sendirian ya gak boleh, tante Stella pun menegaskan demikian.

Gpp kok mah, aku pulang emang ada urusan penting. Lagian baru sekali ini, biasanya aku juga bareng-bareng ikut, mohon gue.

Kamu ada apa sih sampe harus pulang? tanya om Joe.

Ada rencana nginep di puncak akhir tahun pah, Sagha koordinator acaranya, jawab gue singkat.

Yaudah sana mas pulang aja gpp kok. Nanti Shani bawain makanan yang enak pas pulang, Shani tersenyum.

Iya, kamu mau pesen apa? Nanti aku beliin, tambah Viny.

Apa ya, Dimsum kali ya enak. Gyoza deh, belinya di restoran China jangan yang sembarangan. Takut gak enak, di tempat biasa, pesan gue.
Oke, ucap Viny.

Karena letak gereja yang tidak begitu jauh dari rumah, gue memutuskan untuk jalan kaki ke rumah. Yah, meski harus di jewer tante Mel sama tante Stella dulu. Duh, mamah-mamah gue mukanya marah. Serem juga.

Namun di tengah jalan kemudian hujan. Untung gue udah sedia payung tadi ngambil dari mobil. Dan langsung ada telfon dari para tante aka mertua gue.

Iya mah, udah mau sampe kok. Deket lagian, ujungnya semakin di marahi.

Sekitar 10 menit dari sana dan akhirnya sampai. Gue melihat terdapat seseorang di depan gerbang rumah Viny. Mau ngapain itu mas-mas?

Ada apa mas? tanya gue.

Eh Gha, pak Benny belum pulang ya? Butuh ngurus surat nih, jawabnya cepat.

Kebetulan bokapnya Viny memang ketua RT.01 setelah berganti dari yang tadinya om Joe di perode lalu. Itulah kenapa gue menjaga betul sikap hubungan gue dengan anak tunggal mereka di depan masyarakat sini. Seperti kemarin kelakuan Shani ujungnya gue yang di marahi. Tidak melarang memang, hanya saja seorang ketua RT memang wajib menindak tegas warganya agar tidak tersesat.

Di sini adalah blok B2, dalam RT.01 terdapat 5 nomor blok. B1,B2,B3,B4,B5, kurang lebih sistem pada komplek perumahan pada umumnya.

Cluster ini di tempat tinggal gue masuk ke dalam RW.013 yang dimana di isi oleh 3 RT. RT.01-RT.02-RT.03, dan masing-masing RT sekitar 50 rumah terbagi menjadi 5 nomor blok. RT.01 di wakili oleh blok A, RT.02 blok B, dan RT.03 blok C. Itulah kenapa gue males mengurusi jalan-jalan permintaan Shani dan Viny sebab harus mengajak muda-mudi dari kurang lebih 150 rumah. Meski gue tahu bahwa banyak yang sudah pergi liburan dan sisanya generasi baru atau anak kecil. Jika tidak di turuti bakalan ngambek seharian teriak-teriak di kuping gue.

Besok paling pulangnya, sini biar titip saya aja. Biar besok langsung di urusin, tinggal aja KTPnya. Nanti saya anter ke rumah, jelas gue.

Dan orang itu pergi setelah memberikan kartu identitasnya ke gue. Semacam butuh surat pengantar entah gak bilang buat apa. Gue juga lupa tanya. SKCK paling, kalo salah tinggal balik rumahnya deket.

Sesampainya di rumah gue berganti pakaian sebab basah terkena hujan. Habis itu langsung pergi ke luar menuju suatu tempat di mana akan gue temui sosok paling dianggap sakral oleh seluruh anak muda komplek ini. Dan butuh 5 menit berjalan keluar gerbang perumahan, gue menemui sebuah warnet dalam ruko 3 lantai milik seseorang yang gue kenal. KhalifaNET, tempat para remaja belajar menjadi hacker dan bercita-cita membobol Pentagon di Amerika.

Sosok gadis di lantai 1 langsung menyambut gue dengan senyum. Lantai untuk para remaja yang isi kantongnya regular. Fasilitas seperti warnet pada umumnya, sulit untuk menonton bokep jika ramai karena terbuka dan berjajar. Lantai ini adalah yang paling anarkis, penuh asap rokok, cacian dan makian seperti anjing dan kontol seringkali di perdengarkan di lantai ini. Isinya bocah-bocah chaos.

Itu Ramel gue memanggilnya, Riska Amelia sepupunya calon istri pemilik tempat ini di masa depan. Anak baru yang tinggal di komplek belum lama.

Hey kak, tumben, sapanya.

Si om ada? tanya gue.

Lantai 3, naik aja, jawabnya.

Dan di lantai 2 sudah berbilik di sini. Tertera tanda no smoking jelas sekali juga ber AC. Lebih bersih, tidak berisik, biasanya yang main di sini mereka yang nugas atau sejenisnyalah. Bukan bermain DotA lalu bilang bangsat. Lantai ini bukan tempatnya, dan sedikit lebih mahal perjam dan harga membernya untuk paket.

Namun tempat paling nyaman adalah lantai 3, hanya 10 orang yang bisa main di sini dengan harga 3x lipat regular. Bayangin, bisa nonton bokep semua situs tembus tanpa VPN. Tidak akan mengganggu koneksi yang lain sehingga di teriaki Monyet alias bikin ngelag. Perangkat komputer terbaik dengan koneksi 100mbps, sama sekali bersih tanpa debu dan kotoran apapun. Lebih dingin dari lantai di bawah, terdapat matras dan bantal-guling-selimut kecil untuk tiduran semisal lelah. Sudah termasuk makan minum, kamar mandi wangi, pokoknya surga bagi mereka yang mendambakan berselancar tanpa hambatan apapun. Banyak yang kesini untuk tidur atau sekedar mencari tempat grepe-grepe pacar di malam minggu namun tidak boleh lebih. Ciuman yang sering terlihat di dalam biliknya yang luas. Jika lebih ya di grebeg sama pemilik, itu sudah aturan main.

Lu gak ibadah om? sosok yang gue temui sekarang sedang bengong di salah satu bilik kosong.

Udah, lewat online, jawabnya santai.

Lu di suruh nyembah Tuhan aja mager bangsat! balas gue.

Sekarang semua serba online, Tuhan pasti ngerti, ujarnya.

Ada apa? tanya si om.

Ngobrol di bawah ajalah, geli gue berduaan begini sama cowok jenggotan, gue langsung keluar bilik.

Kami menuju lantai 1 karena memang rencananya gue tidak lama.
Mel, biar gue aja yang jaga. Bantu Desy sana bikin pesenan buat lantai atas, sekarang om Ghifari yang mengambil alih.

Lalu gue bicara,

Kenapa? Sini duduk, dia menyediakan kursi di sampingnya.

Bokap lu kenapa sih gak kayak bokapnya Roger pas megang RW? langsung gue.

Ya emang bukan bokapnya si brengsek itu. Nyokap gue sama dia pan beda, jawabnya santai.

Bini gue ngambek tuh minta di adain jalan-jalan lagi kayak dulu, gue to do point.

Ampun Gha, lu akhir tahun masih aja niat ngeribetin gue, tangannya membuka DotA.

Gi, DotA gi! ajaknya kepada cowok di dekat kami.

Itu Yogi, penghuni tetap di sini. Pemuda yang skill Hackingnya sudah cukup meresahkan di kancah nasional. Suka motong-motong koneksi orang semisal ada anak baru yang main di sini dan belum terlalu paham komputer.

DotA bang Gha! ajak Yogi ke gue.

Bosenlah, gue malas menanggapi.

Terus jadinya gimana? Jalan kemana? tanya Om Ghiffari.

Gue ada sih Villa di puncak pegunungan gitu di Bandung. Tahun baruan asik kayaknya di sana rame-rame, saran gue.

Lalu tangan si om mengadah ke gue.

Billing dulu sini 100 jam. Nanti gue bantuin atur supaya jadi, ujungnya memang uang.

Di warnet ini peraturan yang akan pertama kali bisa di lihat adalah dilarang ngutang dan sebuah quotes bijak yang mengatakan, Time is Money. Apa coba korelasinya?!

Magerlah gue ke warnet, di rumah lengkap, balas gue.

Terserah, yang penting DP 100 jam dulu, tegas si om.

Berapaan sekarang? tanya gue.

Masih sama, 500K tapi 400K aja gpp, tumben dia ngurangin harga, Kasih Natal memang.

Gue memberikan sejumlah uang dari dalam kantong celana.

Mau di masukin ke akun lu yang lama apa bikin baru? Udah lama gak kepake, gue memang jarang kesini, paling kalo lagi gabut di rumah.

Masukin ke akun Yogi aja, pinta gue.

Weits, sankyu bang Gha, dia terlihat senang.

Lu juga bantuin jangan lupa, nanti si om yang bikin selebarannya buat di sebar ke rumah-rumah. Ajak Roger! Ngapain dia sekarang? Paling modusin cewek-cewek di Tinder, perintah gue.

Gampang itu, balasnya.

Oiy, abang lu ajak juga. Jangan belajar mulu nanti kanker otak. Heran udah S1 masih nambah S2, tambah gue.

Gak tau dia mah, ucap Yogi.

Bilang aja ada Anin gitu, bisikin di kupingnya. Pasti ngaceng, saran gue.

Btw, Gracia ikut gak? tanya Yogi.

Santai, lu juga pasti pengen ngaceng kan? Gue sediain Gracia, Shani ntar gue suruh ajak sampe mau, biar Yogi semangat.

Kalo bang Roger lagi sibuk skripsi setau gue, jelas Yogi.

Bilang aja anak baru di bloknya ikut gitu di jamin, gue sangat paham gimana orang itu.

Udah gitu doangkan? Buruan balik sana, gue di usir.

Sebelum pulang gue mencoba untuk naik ke atas untuk menemui seseorang.

Sibuk banget Des, Desy terlihat sedang memasak Indomie di dapur atas.

Lagi banyak yang pesen, ucapnya.

Oiy Mel, ajak Erika ya biar ikut. Nanti si om yang jelasin, pokoknya lu ajak temen baru lu itu. Mumpung deket kalian, iming-imingin apa kek, pinta gue ke Ramel yang sedang membantu Desy.

Ada apa sih? Desy penasaran.

Tanya om aja. Btw, gimana lu sama om kejelasannya? Jadi nikah tahun ini? Udah sidang mah enak, gue penasaran.

Mulai ada perkembangan sih, akhirnya mulai mau buka hati itu orang. Udah ngantongin tenang aja, lagian gue pengen banget bisa cepet kayak lu sama Shani. Setiap di telfon kalo curhat, enak banget tau ci des, uh! Punya masnya bikin nagih dan pengen terus selalu bilang gitu, buset, explicit sekali obrolannya selama ini.

Gue senang mendengarnya, sosok pemalas di bawah sudah mulai mau mengenal cinta. Memang sudah umurnya, 25 tahun ya menikah aja jika gak ngapa-ngapain. Penghasilan warnet ini juga setau gue cukup besar. Rejeki mah asal mau usaha ada aja jalannya. Desy yang sedari dulu mengejar-ngejar om Ghifari akhirnya menemui titik terang. Syukur deh.

Shani lu yang ajarin aneh-aneh, semakin ke sini gak bener kelakuannya, protes gue.

HEHEHE, Desy hanya cengengesan.

Setelah bertemu sebentar dengan teman sejak kecil gue di rumah, gue pun memutuskan untuk pulang. Rencananya sih ingin tidur, entah kenapa tidak biasanya masih jam segini sudah mengantuk.

..

Tengah malam ada yang membangunkan gue dengan ciuman hangat di pipi sebelah kiri. Belum membuka mata dan terdengar bisikin di telinga kiri gue seperti suara desahan halus. Oke gue bangun.

Aduh! Kenapa sih tangannya suka banget nyentil jidat, Shani kesakitan.

Jangan ndesah-ndesah di kuping, berapa kali di bilangin! tegas gue.

Shani dan Viny yang sekarang sudah memakai piyamanya berada di dalam kamar ini bersama gue. Sehari gak gangguin gatel memang mereka ini.

Kenapa pulang? tanya gue.

Takut masnya coli kalo gak ada kita di sini, jawab Shani.

Mana ada, balas gue datar.

Dimsumnya aku taruh dapur sayang, mau di makan sekarang? tanya Viny.

Udah gak mood, gue kembali merebahkan diri di kasur.

Lalu mereka berdua tiduran di samping gue.

Mamah-Papah ikutan balik juga? tanya gue.

Enggak, mereka lagi ke Bandung sekarang. Katanya mau Natalan bersama kerabat di sana, jelas Viny.

Terus kenapa gak ikut? gue heran.

Aku gak mau kamu sendirian pas malam natal begini. Habis makan-makan aku di bisikin sama mamah, katanya Malam Natal itu paling pas buat berkasih sayang. Yaudah aku balik aja sama Shani pesen Grab, mustinya tidak harus sampai begitu.

Iya, Shani juga di bilangin mamah begitu. Plus Shani ngerasa mas pasti horny deh malem-malem sendirian di kamar begini. Terus nonton bokep sambil coli, Shani meremas tangan gue.

Mana ada, lagi enak tidur juga! kesal gue.

Mas awas aja ngelakuin hal begituan, ancam Shani.

Tapi tumben sayang kamu jam segini bobo? Bahkan PS sama Komputernya gak di nyalain, Viny lalu memegang jidat gue.

Tuh kan, anget deh jidatnya. Kamu pusing? raut wajahnya berubah khawatir.

Enggak, cuma kedinginan tadi ujan-ujanan. Takut berubah jadi flu tetiba aku lemes ya mending tidur aja, ucap gue.

Dan Shani turun dari kasur menuju kotak obat, mengambil sesuatu dari sana. Menuangkan air dari dispenser ke gelas gue sembari memberikan sebutir obat yang tidak asing.

Jaga-jaga aja, biar gak sakit masnya, ucap Shani.

Setelah itu kami ngobrol-ngobrol membahas perihal yang gue kerjakan tadi sebelum mereka datang.

Jadi gimana sayang? Viny bertanya.

Tinggal tunggu aja kapan kumpulnya, jawab gue.

Tadi mas ke rumah si om? Shani bertanya.

Enggak, di warnet dia mah, lagi jaga, jawab gue.

Loh? Emangnya pada gak natalan? Shani heran.

Udah tersesat dia mah, ibadah online katanya. Bahkan tadi Desy, Ramel, sama Yogi ada di sana. Gak bener malah ngajak-ngajak, jelas gue.

Eh? Ada ci Des? ucap Shani.

Iya, dan katanya dia sama si om udah saling terbuka satu sama lainnya. Tepatnya si om udah mulai mau di ajak hubungan. Mungkin tahun ini nikah, balas gue.

Aneh ya si om Ghifari itu, habis lulus bukannya kerja malah bikin warnet. Ya aku tau sih dia anak bisnis, cuma ya gak gitu juga kali. Bapaknya jendral, bahkan temen seangkatannya kak Hans sekarang aja lanjut S2, ucap Viny berfikir.

Dia mah emang gitu, suram. Dulu pernah aku tanya kenapa gak lanjut S2, terus jawabnya gini, Pendidikan tinggi gak selalu bikin seseorang jadi lebih baik. Kalau emang secara konkrit pendidikan tinggi berpengaruh pasti terhadap kualitas seseorang, orang kayak Yogi gak mungkin lebih sering ke sini (warnet) ketimbang di rumah. Dia bahkan seandainya besok D.O padahal baru semester tengah, skill hackingnya yang dia timba di warnet ini udah bisa mengantarkan dia kerja di Pentagon. Ya begitulah, cerita gue.

Tapi masuk akal sih, bang Hans bandingin coba sama adeknya si Yogi. Beda jauh banget, yang satu terpelajar, yang satu bocah bar-bar, lanjut gue.

Terus kok tumben si om mau bantuin, bukannya level malesnya di atas mas ya? Shani penasaran.

Harus di DP pake billing 100 jam regular, yah biar temen tetep aja kalo gak bisa di manfaatin bukan Ghifari namanya. Minimal udah capek dapet untunglah, gue mencoba menerka kepribadian om-om brengsek tersebut.

Tapi Shani seneng deh, berarti jadi tahun baruan di puncak. Yeay! Makasih emas, sayang deh. Sini, Shani memekin biar gak dingin badannya, yah beginilah Shani.

Aduh! Udah berapa kali coba mas sentil jidat Shani minggu ini?! dia kesal.

Ini malam natal loh, kamu beneran gak mau threesome sama kita? Viny memastikan.

Pengen sih, nanti ajalah. Ngantuk lagi habis minum obat tadi, jawab gue.

Lalu kami nyalakan Tv dan menonton DVD, ada beberapa film perasaan yang gue beli dan belum sempat di tonton. Viny membawa makanan yang gue pesan ke kamar, sambil menonton kami menikmati makanannya.

Kamu dari tadi udah telfon atau vidcall belum sama mave? Viny menyuapi gue.

Biarinlah, masih kesel paling sama aku. Nanti kalo kangen juga pulang sendiri, balas gue.

Ih gitu sih sama mamahnya sendiri. Jahat! Gimana sama istri-istrinya nanti, pantes tangannya suka ngeselin, timpal Shani.

Yah begitulah, gue tersenyum ganteng.

Sok ganteng lagi mukanya, jelek! Viny menjewer kuping gue.

Kami habiskan makanannya bertiga hingga di tengah film. Tak terasa sudah hampir jam 3 pagi, bahkan Shani sudah pulas tertidur dengan memunggungi gue. Sedangkan Viny tampak masih menonton dengan serius. Entah kenapa gue melirik-lirik ke arahnya berharap tidak di sadari.

Nanti dulu ya sayang, habisin dulu filmnya, mata yang mengarah ke Tv dengan senyum.

Apasih? gue pura-pura tidak mengerti.

Nanti entotnya, pengenkan? Lirik-lirik gitu, wah ketahuan.

Siapa lagi yang pengen, gue mencoba mengelak.

Beberapa menit setelah itu filmnya habis, lalu di matikan videonya oleh Viny. Dan dia lalu masuk ke kamar mandi sebentar, kembali lagi ke atas kasur dengan senyuman tertuju buat gue.

Sikat gigi dulu sana, tadi habis makan. Biar seger ciumannya, perintah dia.

Gue gak tau kenapa malah menuruti ucapannya, dan kembali ke atas kasur setelah menyikat gigi dan memakai mouthwash.

Duh, sayang aku pengen. Tadi kenapa pas Shani masih bangun, di ajak threesome gak mau? Kan enak gantian memeknya, waduh mulutnya.

Berisik dia mah kalo aku entot, masa malam damai begini teriak-teriak nanti di gedor-gedor satpam yang keliling, alasan gue.

Viny sedikit tertawa dan merangkul gue, memberikan sebuah kecupan di bibir.

Iya, kamu tuh kalo main sama dia udah kayak di film bokep barat. Gaduh banget, ucap Viny merasa lucu.

Kamu ngapain lagi nonton bokep, hadeh, balas gue.

Kamu tuh yang kenapa?! Di kira aku gak tau caranya buka script locker folder, loh, gue baru tau.

Aku tanya Yogi deng, hehe, sialan memang bocah itu!!

Kamu jangan sering-sering bergaul sama dia, gak baik di dengerin bocah warnet begitu, nasihat gue.

Itukan temen kamu juga, ucap Viny sambil mencubit perut gue.

Bahaya nih kalau Viny mahir komputer gue bisa resah nantinya. Gue keplak kepala Yogi liat aja ntar pas ketemu lagi.

Kamu mau anal aku gak malam ini? Udah lama kan kita gak anal, pinta Viny manja.

Sebentar ya, gue membuka laci meja di samping.

Di sana terdapat obat perangsang yang gue sembunyikan, sewaktu-waktu perlu. Gue gak pernah tega melakukan anal tanpa rangsangan berlebih pada tubuh pasangan gue. Takutnya dia kesakitan, karena memang jarang sekali kami melakukannya.

Minum ini dulu deh Vin, pinta gue.

Viny akhirnya meminumnya, untuk menunggu reaksinya kami rebahan di kasur berpelukan sambil ciuman. Lama-kelamaan ciumannya berubah dalam.

Yank, pengen, ucap Viny sudah terangsang hebat.

Gue mulai membuka kancing piyamanya, dan di balik itu terdapat beha cup size B berwarna pink yang dia kenakan. Setelahnya gue copot benda itu, terpampang polos payudara Viny yang tidak besar itu dengan puting agak kecoklatan. Dulu sih pas pertama masih agak merah, beberapa kali ngesex gue isep-isep mungkin ya terlalu ganas makanya berubah warna. Kayak bunglon aja awkawk

Nenen pini, ucap gue menghisap putingnya.

Akh, nakal ish ngomongnya, ucap Viny yang kini wajahnya sudah memerah.

Terus sayang, isepin yang kuat. Sebelah kiri juga, duh enak rasanya. Ahh, desahnya.

Sensasi menyenangkan terasa di saat puting milik Viny bergerak kesana-kemari karena sentuhan lidah gue. Gue menghisap cukup kuat, bahkan dari mulutnya sekarang menetes beberapa air liur tanda nikmat.

Sayangghhh aku gak kuat. Kepala aku pusing, Viny mendongak ke atas.

Mmmmhhh, gue masih menghisap kuat putingnya.

Saat gue lepas, nafasnya seperti orang yang habis berlari marathon. Mukanya merah sekali saat ini. Tapi punya gue belum berdiri sama sekali, masih butuh rangsangan.

Emutin Vin, 3 menit aja, pinta gue.

Viny memposisikan dirinya di atas gue. Dengan cepat dia menurunkan celana gue beserta dalamannya. Yang gue suka dari Viny adalah dia akan tersenyum melihat gue sebelum melahap habis punya gue ke dalam mulutnya. Seringkali membuat gue salah tingkah saat menatap matanya.

Apasih? ucap gue.

Tanpa menjawab dia langsung memasukkan punya gue ke mulutnya sangat dalam. Bahkan langsung menyentuh tenggorokannya. Sensasi itu membuat gue kenikmatan, di mainkannya saat ini punya gue dengan terampilnya di dukung tangan.

Ahhhh, jago banget sih, ucap gue melihatnya.

Gue merasakan seluruh bagian milik gue telah basah oleh air liurnya. Permainan lidahnya yang sangat pro membuat tidak tahan ingin segera menaikinya. Kuda-kudaan kita.

Udah-udah sayang, aku gak tahan pengen entot kamu, gue mencoba menahannya.

Namun Viny tampak tidak mau melepaskan kulumannya dari punya gue. Seperti biasanya, dia kalo udah ngemut susah buat di lepas.

Yangggg, udahhh ahhh, heyy udahh, kelamaan gue tidak kuat menahan rasa.

Viny hanya menggeleng sambil berkata tidak jelas,

Emmga mmau, sambil masih memainkan punya gue lewat mulutnya.

Dan momen yang sama sekali tidak gue duga datang, tiba-tiba saja terdengar suara keras yang mengagetkan. Mengakibatkan Viny terkaget dan reflek menggigit dengan sekejap ala vital gue.

BANGSAT!! gue teriak keras.

Itu adalah suara satpam yang sedang keliling. Bangsat memang sejak lama, meski sudah di era modern seperti saat ini, metode yang di gunakan untuk memberi tanda sedang berpatroli masih sangat kuno. Cara-cara lama memukulkan tongkat besinya ke tiang Telkom sehingga membuat suara keras ketika malam. Dari dulu padahal gue sudah sering protes atas cara tersebut, namun beberapa oknum petugas baru seperti lupa di bilangin oleh komandannya.

Lepas Vinn, perih, gue menangis.

Aduh sayang, maaf, Viny kaget melihat batang gue yang berdarah.

Rasanya puluhan kali lipat dari kena bola saat main futsal, damagenya langsung ke kulit tanpa penghalang apapun. Bengkak dah!

Udah yaa, sakit punya aku, air mata mulai banyak menetes ke pipi gue.

Sayang maaf, aku kaget banget tadi, Viny memeluk gue ke dadanya.

Posisi kamar gue yang berada di atas, tepat di depan rumah hanya berjarak 3 meter dari gerbang terdapat tiang Telkom yang beberapa oknum petugas kalau memukul memakai ancang-ancang sampai terdengar keras sekali. Gue sering kaget ketika tidur, pernah sampai jatuh malahan.

Yah, aku sange banget, Viny masih memeluk gue erat di dadanya.

Ngeselin banget sih itu satpam, udah di bilangin berapa kali jangan suka mukul tiang bikin kaget, kesal Viny.

Gue mencengkram erat bahunya, merasakan sakit di bagian selangkangan. Rasa terbakar hebat, BRENGSEK RAJA IBLIS!!

Viny mengambil kotak obat, di berinya obat merah dan di balut dengan perban. Kaki gue benar-benar lemas di buatnya. Sensasi kegigit tadi masih terngiang di ingatan membuat merinding sekujur tubuh. Gue lihat urat-urat yang keluar sebab merasa sakit, hingga terdapat warna biru sepertinya bengkak. Kerad banget kegigitnya.

Sekarang gue hanya bisa tiduran di pelukan Viny. Shani masih saja pulas dalam tidurnya. Dia sama sekali tidak kebangun ketika gue teriak tadi. Kayak orang mati tidurnya.

Minum susu sana, biar efek obatnya berkurang. Bangunin Shani, pinjem Dildonya. Aku kocokin memeknya sampe orgasme biar tenang, perintah gue.

Pengen di kontolin, Viny tampak kecewa.

Kagetnya sih jelek, kenceng banget gigitnya. Aku udah gemeteran sebadan ini nahan perih, ucap gue lirih.

Pake jari aja, dia menuntun tangan gue ke Vagina miliknya.

Berapa jari? tanya gue pelan.

2 aja, pintanya.

Kami berciuman, sama-sama merasa kecewa, tangan gue di dalam celananya yang kini sudah menerobos masuk dalamannya. Sangat basah di sana, perlahan menggunakan jari tengah dan telunjuk, gue masukkan ke dalam Vaginanya cukup mudah.

Eemmphhh, lenguh Viny saat kami berciuman.

Kini gue memandang wajahnya yang merah padam. Dia menggigit pinggiran bibirnya terlihat menggoda sekali.

Aduh-duh, sebab mulai tegang, terasa ngilu yang hebat dari selangkangan gue.

Yank, kencengin. Enakk, ucap Viny.

Gue menghentikan aksi gue itu.

Jangan berhenti sayanggg, aku lagi enakkk, Viny menjadi rewel.

Ambilin hape Vin, pasang Headphone bawa sini, perintah gue.

Viny lalu turun mengambil apa yang gue pinta di meja komputer. Terbersit ide bagaimana cara gue memuaskan nafsunya tanpa ngaceng berujung nyeri.

Memasang sebuah lagu dengan volume keras, dalam posisi bersandar dan Viny gue tidurkan ke atas dada gue. Gue memulai kembali aksi yang gue lakukan tadi padanya. Kali ini di iringi sebuah lagu menjadikan tangan gue bergerak berdasarkan ritme.

Sunset di Tanah Anarkis, gue jadi tidak mendengar dengan jelas suara desahan Viny. Yang gue tau hanya dia sangat gelisah saat ini, memeluk gue erat, dengan mata yang merem-melek. Gue rasakan nafasnya memburu, dan jari tangan kanan gue yang menganggur di masukkan ke mulutnya dan di hisap kuat. Benar-benar sedang menikmati gue permainkan.

Hanya gerak bibir yang bisa gue baca, seperti ucapan,

Ahhhh sayanggg memeknya enakkkk, terusssss Viny sukak, gue membacanya.

Kocokan jari gue di dalam Vaginanya semakin cepat, efeknya adalah basah kuyup terlihat tembus hingga celana piyamanya.

Sayangggg Viny mau pipisss, ssshhhh kayak di entot, racaunya dari gerakan bibir.

Gue hanya tersenyum melihat dia keenakan seperti itu. Lagu kesukaan gue ini menjaga fikiran gue tetap tenang meski berada di sebelah perempuan masturbasi.

Akkhhhh gakuat, gakuat Vinyyy, lidahnya keluar-keluar, air liurnya menetes berantakan di jari gue.

Viny keluarrrrrggghhhhh, tubuhnya bergetar hebat.

Dan gue masih memainkan vaginanya meski dia telah lemas di atas dada gue dengan nafas terengah-engah. Wajahnya sangat merah, celananya basah terkena semburan cairan yang keluar dari dalam sangat deras.

Gue mengecup pipinya, dia tersenyum kemudian. Lagu yang gue setting terus bermain ketika sudah habis dan mengulang berhasil mengembalikan posisi yang tadinya sudah setengah berdiri sekarang kembali tergolek lemas.

Tanpa sadar kami tertidur dalam posisi seperti ini.

..

Suka Cita dan Damai Kasih Natal berbeda-beda di rasakan setiap orang. Gue membuka mata, sudah pagi. Dari handphone terlihat menunjukkan pukul 7. Viny menghilang dari samping gue, yang masih ada hanya Shani yang kini posisinya menghadap ke arah gue. Masih dengan tanpa celana, sedikit pergerakkan menimbulkan rasa sakit yang muncul perlahan. Gue memandang wajah cantik Shani dalam tidurnya, begitu pulas.

Namun seketika berubah matanya membuka dan melotot ke gue. Saking kagetnya gue sampai tidak sempat berteriak. Ada momen dimana seseorang kaget dan tidak mampu berteriak, kagetnya tertahan di dalam dan tidak keluar.

Perlahan mata yang melotot seram itu berubah menjadi mata yang sedih. Dia kembali memunggungi gue, terdengar suara tangis yang di tahan.

Heh, Shani kenapa? gue mencoba meraih bahunya dengan tangan.

Jangan pegang-pegang! dia marah.

Pagi Natal loh, gak boleh ngambek nanti hadiahnya gak ada isi, ucap gue.

Tauk! balasnya.

Kami diam beberapa saat, hingga kembali dia balikkan tubuhnya ke arah gue. Sesegukan dan bicara sambil nangis.

Semalem Shani ajak entot gak mau, pas Shani bobo mas malah main sama kak Viny, protesnya.

Iya, maaf deh. Mas tuh cuma males kalo Shani teriak-teriak, makanya mas ajak Viny. Tapi itupun gak jadi, liat tuh kegigit sampe mas susah gerak sekarang, jelas gue.

Sukurin!! kesalnya.

Tapi mas gak maksud, fikir mas pagi ini main sama Shani, eh malah gak bisa sekarang, tambah gue.

Sini-sini, mas mau peluk deh, gue menarik tangannya.

Gak usah deket-deket! elaknya.

Gue mulai berfikir gimana caranya biar dia gak ngambek, sekarang di punggungin lagi. Kesel parah mungkin anak ini melihat gue dalam keadaan gak pake celana. Di fikirnya mungkin gue telah selesai enak-enak, padahal nyatanya getir subuh tadi itu.

Oiy, Selamat Natal. Shani inget gak beberapa minggu lalu pernah liat kalung cantik di G.I yang Diamondnya warna biru. Rencananya mas mau beliin itu sebagai kado natal cuman kemarin lupa. Shani ke sana gih hari ini, beli pake kartu kredit mas. Mas belum bisa jalan masih sakit banget kalo gerak, terfikir sebuah ide.

Shani membalik badannya kembali lalu menatap gue tajam. Gue hanya nyengir saat di tatap seperti itu.

Selamat Natal juga buat emas, dia memeluk gue.

Janji ya, mas masih punya utang entot Shani kalo begitu. Baru Shani mau maafin, padahal gue gak salah apa-apa.

Iya, sorry honey, gue meminta maaf.

Buruan sana perginya, ajak Viny atau Gracia kalo ada di rumah. Ini kan hari libur, pasti rame banget pengunjungnya. Nanti kalo gak cepet-cepet di beli orang duluan, waktu itu aja banyak banget yang tertarik kelihatannya, ucap gue.

Shani turun dari kasur dan mengambil dompet gue di dalam lemari pakaian.

Iya, pake aja. Hadiah buat Shani dari mas, gue tersenyum ke arahnya.

Tapi Shani belum siapin hadiah natal buat mas, balasnya.

Bikinin coklat aja, Shani kan enak coklatnya, ucap gue.

Ih! Nakal masih pagi, ngomongnya udah mesum begitu, Shani tertawa kecil.

What the, bagian mananya coba?

Iya deh, dia tampak senang.

Sekalian hadiah buat Viny mas pesenin burung kenari yang lagi itu dia kayaknya pengen beli tapi masih mikir. Tempatnya di petshop lantai 4, beliin sekalian ya, pinta gue.

Oke, emas, lalu Shani melompat ke kasur dan mencium pipi gue.

Mas jangan pergi kemana-mana loh, itu kontolnya nanti copot gimana, lalu dia keluar dari kamar gue dan menutup pintu.

GAK LUCU! teriak gue.

Sial! Beberapa hari lagi bakalan ada rapat kumpul-kumpul buat ngebahas jalan-jalan. Musti sembuh ini sebelum hari itu, kalau enggak habis di ejek manusia-manusia biadab. Pasti gue di ketawain kalau muncul layaknya orang habis sunat.

Fakyu! Urizen!!

*To be Continued..

#File_Index:,,,,,,,,,,,,,

PutriBokep

Create Account



Log In Your Account