Cerita Sex Ngentot Berdiri Dengan Perawat Di Rumah Temanku

Cerita Sex Ngentot Berdiri Dengan Perawat Di Rumah Temanku

Cerita Sex Ngentot Berdiri Dengan Perawat Di Rumah Temanku

Comments Off on Cerita Sex Ngentot Berdiri Dengan Perawat Di Rumah Temanku

Cerita Sex Ngentot Berdiri Dengan Perawat Di Rumah Temanku – Karena tugas kantorku, Hari ini adalah hari pertama aku di bandung, selama 5 hari aku menginap di bandung. Di sini aku menyewa kamar teman ku. Katanya rumah tiu hanya di tempati oleh mewujudkan yang pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dicampur dengan kolam ikan berbentuk oval. Aku masalah pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.

“Pak Rafi ya ..”. “Ya .., saya gambar Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu pernah kerja di tetanggaku? ”, Jawabku surprise. Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter. “Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak .., tapi mungkin belum jodo .., ee dianya pergi sama orang lain .., ya sudah, akhirnya Saya kerja di sini .. ”, Mataku memandangi sekujur tubuhnya. Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat.

Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu. Aku tergagap dan berkata, “Ee .., Mbak Tati, Bapak ada?”. Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar .. ”. Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putih yang inspirasi berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku.

Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati yang menghalangi pemandangan indah itu dengan mendukung. “Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat ..”. “Ee…, ya .., terima kasih”, jawabku seperti terlepas dari lamunan panjang. Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang digabungkan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak lebih menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang anak berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok.

Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku. Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati tidak merasa perlu pintu sebelum masuk ke kamarku. Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang memperbarui VCD porno kesukaanku di laptopku.

Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu. Ketika sadar bahwa aku melihat kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar. “Mbak Tati ..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih dapat dan kutarik kembali ke kamarku. “Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok .. ”. “Ah, ngga Pak…, malu aku ..”, katanya sambil melengos. “Lho .., kok malu .., kayak sama siapa saja .., kamu itu .., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga .., dari yang jelek sampai yang bagus .., masak masih ngomong malu sama aku ? ”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku. “Yuk kita nonton bareng yuk ..”,

Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. photomemek.com Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali mengamati ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia mengizinkan tanganku membelai telapak tangan. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat.

Aku membelai-belai gotong royong seraya slow-lahan mulai mengusap pergelangan tangan dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil menerapkan bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya. Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, Cipta kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.

“Ohh .., Pak…, jangan ..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan menolak menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan mengatur. “Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa ..”. “Nanti ketauanhh ..”. “Nggaa…, jangan takut ..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan. “Ooh .., hh .., Pak .., Ouh .., jj .., jjanganhh .., ouh ..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangan mulai mengendor di pergelangan tanganku.

Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih. “Ouhh .., mmff .., cuphh .., mpffhh ..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai merekam sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin mengejarnya bulat-bulat. Tangannya kini tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk memaksa belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan.

Sementara Tati melingkarkan kedua tangan di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas. “Aahh..Ouhh ..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss ..
” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya. Saat nada lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil, terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras.

Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan berani mulai menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk menciptakannya mempermainkan kemaluannya. Hujan more deras saja mengguyur kota Bandung.

Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak meningkatkan gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku saat jemariku memantau bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menggigit vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Pak Ouuhh .., ouhh .., aahh .., g..g.ggelliiihhâ € ¦”. Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika klitorisnya kutemukan dan kupermainkan.

Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.
Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu tergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu.

Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku. Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan peringkat pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya dan, “Auuhh .., P.Paak .., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh .., auhh ..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.

Aku menarik ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika mengukur penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik .., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh .., Mbaak .., enaknya .., terusin ..”. Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin memasukkannya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii ..”. Kami berdua tersentak.

Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati rilis kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan !, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan. Beberapa saat, aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi tampaknya ia sibuk membayar orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku.

Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku. “Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika menikmati memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang. Kita tuntaskan ya Mbak? ”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. filmbokepjepang.com Kami berdua sudah dalam keadaan bugil saling meraba, mencium, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya. Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi.
Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya. “Mbak .., buka kakinya .., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak ..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu. “Ayo Pak .., hak milik…”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa .., Aooohh .., paakhâ € ¦ .., aahh ..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya.

Setelah itu, “Blesssâ € ¦”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh .., besarnyah .., ennnakk ppaak ..”. Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan! Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam, dan alisnya merengut “aahh ..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar terasa disiram oleh suatu cairan hangat.

Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku. “Mbak .., goyang terus Mbak .., aku juga mau keluar ..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang. “Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh. “Mbak .., aku keluar .., aku keluarrâ € ¦., Aahh ..”, dan…, “Crat .., crat .., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku. Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata.

Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan terjadi sesudah itu di Bandung. Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks saat makan siang. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian.

Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan. Ceritanya sebagai berikut: Tati mengurus oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamar. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang menerapkannya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku.

Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami. Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tidak malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus dicantumkan ia meninggalkan muda perempuan itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’.

Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia mengalirkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya. Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu. “Kok ngga pakai BH Mbak ..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal. “Supaya gampang diremas sama kamu ..”.

Benar-benar jawaban yang menggemaskan! Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa mencabut waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sehingga rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh .., geli Mas .., geliii .., ahh ..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku. Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang.

Jari-jari lentik perempuan berusaha mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah bersaing, tangan kiriku yang berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat di atas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sangat terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku. Tanpa mencabut waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku.

Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan menerapkan bahuku. “Tatiii .., mana minyak tawonnya .., kok lama betuulâ € ¦”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik, “Tenang Mbak .., jawab aja .., kita selesaikan dulu ini .., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis. “Sebentar Pak ..”, teriaknya. “Minyak tawonnya keselip entah ke mana .., ini lagi dicari kokâ € ¦”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.

Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku slow-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh .., aahh .., ouhh .., Mas .., besar sekali .., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh ..”, dan, “aaâ € ¦”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi. Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala.

Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat.

Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang. Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh .., Mas .., Masssâ € ¦, aku keluarrr .., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina, janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat .., craatt .., craat”. “Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu.

Kami berpelukan sewaktu-waktu dan Tati berbisik dengan suara serak. “Mas .., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya .., kamu hebat ..”. Aku tersenyum simpul. “Mbak., Aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat melayang ke surga ke-7 .., bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya. “Bosan? Aku gila apa .., yang beginian ngga akan membuatku bosan .., kalau bisa tiap hari aku mau Mas .. ”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku punya libido yang sangat luar biasa. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang. Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, Bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain.

Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks itu tentu saja menyetujuinya. Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku .. ”. “Lha .., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, Tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan. “Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan .., namanya Mbak Ine .., dia ngga kimpoi .., umurnya sudah hampir 40 tahun .., orangnya baik kok .., cerewet .., tapi ramah .. ”. Yah apa boleh buat, aku sudah kehilangan seorang teman hubungan seks yang sangat menggairahkan.

Hitung-hitung cuti 1 bulan .., atau kalau berpikir positif .., saatnya mencari pasangan baru !!! Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati. Mbak Ine, sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang hampir berumur 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir. Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat akrab.

Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine. “Panggil saya teh Ine aja deh ..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental. “Kalau gitu panggil saya Rafi aja ya teh .., ngga usah pake pak pak-an segala ..”, balasku sambil tertawa. Baru 5 hari bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku. Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tekstur penis tanpa kusadari dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine pernyataan-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung. Kadang-kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan cara agak mengangkang sehingga cetakan penisku semakin nyata saja di celanaku. Sesekali, obrolan santai itu, tampak teh, melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan.

Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir. Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi. Saat ini, The Ine The View the Daster Berwarna Putih sehingga terlihat kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas. Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha orang Ine.

Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tidak dapat melihat apa-apa. Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40 tahun yang masih mempunyai daya tarik seksual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine. Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat. Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar.

Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku. Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine. Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh masih terpaku pada selangkanganku. “Kunaon teh ..?”, Tanyaku memancing. “Eh .., enteu .., kamu teh mikirin apa sihâ € ¦?”, Katanya sambil tersenyum simpul. “Mikirin teh .., entah kenapa barusan saya membayangkan Ine nggak pakai apa-apa .., aduh indahnya teh ..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku. Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu.

Napasnya mendadak memburu. Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya. Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup lebih kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang. “Fi, kamu pingin sama teteh ..? Hmm? ”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku lari ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan para Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap memaksa dan membelai selangkanganku.

Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan. Dengan lembut teh yang menempel di bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bawahku, dan tiba-tiba tiba .., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine.

Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh. Uh .., alangkah banyaknya .., saat masih oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku. Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph .., emph ..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah .., biar teteh yang duluan ..”. Tiba-tiba dengan cepat menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar.

Sejenak teh tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu. “Gusti Rafi .., ageung pisan ..”, bisiknya lirih. Dengan cepat, Ine menundukkan sebuah kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut hampir seluruh penisku. Terasa ujung penisku itu pegang langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangan dan puntiran lidahnya. Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh menilai hisapannya. Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun.

Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian. Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa berhenti karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin pembohong mempermainkan kedua testisku. “Slurrp .., Cuph .., Mphh ..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja. Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang yang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat yang menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila dan menjilati penisku. Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan.

“Teh Ine .., teeehâ € ¦, gantian dongg .., please .., saya udah ngga kuaatâ € ¦, aahh .., sss ..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku. Seluruh syaraf-syarafku terasa semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak lebih kencang .. napaskupun semakin memburu. “Oohh…, Teh Ine .., Teh Ineee…, aahhâ € ¦.”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat .., craat .., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut si Ine. Dengan sigap pula, Ine progress dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya.

Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini .., luar biasa teh Ine, “Enak Fi ..? Hmm? ”, Ine mengangkat sebuah patung dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku. “Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi ..” Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya. “Obat awet muda ya teh ..”, kataku bercanda. “Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu ”. Ya Tuhan .., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak.

Teh Ine kembali dari luar membawa segelas udara. “Minum deh .., biar kamu segeran ..”. “Nuhun teh .., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh ..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok Ine yang ada di hadapanku. Aku meraih tangan The Ine dan dengan betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang. “Eeehh .., pelan-pelan Fi ..”, teriak teh dengan geli. “Teteh mau diapain sihâ € ¦“, lanjutnya manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya masih aktif oleh daster dan celana dalamnya. Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau, diperhatikan memang memang sudah ada kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya.

Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Aura pancaran seksualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya. “Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum. “Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”. Lalu dengan ganas, aku memulai mencium bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya, ciuman-ciumanku. Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir .., celana dalamnya.

Wow .., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine. Ya Tuhan .., alangkah indahnya vagina teh Ine itu .., tak pernah kubayangkan bahwa ia sudah mencukur habis bulu kemaluannya. “Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan nafsu penuh dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu.

Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya .., dan mmhh .., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu .., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu. “Auuhh .., Fi .., gellii .., sss .., ahh”, rintihnya saat gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari .., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya. “Crks .., crks .., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil. “Ahh .., geli Fi ..

Putaran jariku di atas klitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya semakin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan pembohong. “Fi .., masukin sekarang Fi .., sekarang .., silahkan .., teteh udah nggak tahan..ahh ..”.

Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik the Ine .., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah klitorisnya, kuputar-putarkan, dan tanggapannya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk menyediakan bagiku untuk melakukan .., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya! “Aahhâ € ¦.” Teh Ine menjerit panjang .., “Besar betul Fi .., auhhâ € ¦., Besar betuull…, duh gusti enaknya .., aahh ..”.

Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan pembohongnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga .., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati .., luar biasa! Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani atau lendir yang meleleh dari vagina, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan .., “Kriet .., kriet .., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina yang terasa sempit namun becek itu. Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa,

“Fi .., Fi .., Teteh mau keluar ..”. “Iya teh, saya juga .., kita keluar sama-sama tehâ € ¦”, Goyanganku lebih kupercepat dan pada saat yang bersama kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat .., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi- tinggi…, “Crat .., crat .., crat .., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak peduli bila seisi rumah mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya. “Ahh .., Fi .., kamu hebaat .., kamu hebaathh .., hh .., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”.

“Saya juga teh .., terima kasih untuk kenikmatan ini ..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra. “Mau tau suatu rahasia Fi?”, Tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki .., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu .., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh .. , ngga tau kenapa .., kamu itu punya aura seks yang luar biasa .. ”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebutir pil KB. “Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu ..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini ..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya. “Selamat tidur sayangâ € ¦”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku. Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menyentuh tempat Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat.

Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan Kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun. Dan yang paling sensasional adalah .., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena beban pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar perhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgarku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam.
Kebiasaan ini kumulai sejak adanya kebiasaan di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu. Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto. Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin yang bertiup di kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami.

Entah ke mana PRT kami saat itu. The ine the pants of the pants in the work of the kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh dalam tidak memakai celana. Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar batang penisku mulai membesar. Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng lambat-lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku merasakan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gema tersebut, penis kuat dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.

Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengajukan pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan bergerak kedua bolaku .., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang .., terus bergerak bergerak ke urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “Sss…, teteh ..”.

Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku .., itu memang daerah kelemahanku .., dan perempuan sintal ini mengetahuinya .., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya. “Aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya. “Why Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengatakan sesuatu. “E .., ee…, ndak apa-apa Pak ..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia bekerja di depan kakaknya sendiri walaupun tidak terlihat karena terhalang meja.

“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini ..”, Jawabku sekenanya. “Ooo begitu .., saya pikir kamu sakit perut .., habis tampangmu meringis-meringis begitu ..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya. Begitu kakaknya berpaling, Ine dengan cepat merebahkan sebuah ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, Ine tak tampak lagi. Dengan cepat masih memelorotkan celanaku sehingga penisku yang digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu .., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya.

Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mendatangi lubang penisku .., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku .., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss .., teeehh ..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu .., sementara, membantu meremas-remas kedua bolaku…, aawwww nikmatnya…, I begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah.

Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumah tinggal. Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku .., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali mendesis dan sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung terlihatlah pantatnya yang mulus sehingga tidak terlihat oleh selembar benangpun.

Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh di penisku membuat seluruh syarafku menegang. Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku di langit-langit tenggorokan teh dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine. “Ahh…, aahh .., aahh .., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine.

Perempuan itu dengan lahap menjilati dan seluruh seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku .., gilaa .., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa karena takut ketahuan, tapi rasa justru justru meningkatkan nafsuku. Pandangan memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak. “Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur. Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka.,,,,,,,,,,,,,,,,,,

 

PutriBokep

Create Account



Log In Your Account